Jakarta – Potensi keberagaman di Indonesia yang perlu dikelola dengan baik. Hal itu sangat penting di untuk memperkuat persatuan dan kesatuan di tengah tantangan polarisasi yang semakin kompleks.
Pernyataan itu disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam acara kuliah umum kebangsaan ‘Peningkatan Kerukunan Hidup dan Penegakan Hukum di Indonesia di Dewasa Ini dan Masa Pandemi’ di Universitas Indonesia seperti disiarkan virtual, Rabu (10/3/2021).
Sigit awalnya memaparkan tentang perkembangan di tingkat global, regional, dan domestik.
“Lingkungan global tidak terlepas dari transformasi kemungkinan Amerika yang tentunya itu berdampak politik luar negeri yang biasanya berpengaruh terhadap situasi di Timur Tengah dan tentunya situasi di Timur Tengah berpengaruh terhadap situasi kamtibmas di dalam negeri, itu selalu menjadi perhatian kami, manakala situasi Timur Tengah kemudian bergoncang episentrumnya, maka kecenderungannya akan memunculkan aksi-aksi dari kelompok simpatisan yang berangkat dari Indonesia,” ujar Sigit.
“Demikian juga sebaliknya pada saat situasi di sana landai, maka yang dari Timur Tengah pulang kembali ke Indonesia, ini juga tentu menjadi masalah baru karena membawa paham-paham baru yang rentan dengan situasi dan kondisi Indonesia,” sambung Sigit.
Sigit menyampaikan isu regional yang menjadi perhatian Indonesia. Salah satunya terkait negara-negara yang bersimpati terhadap isu-isu Papua.
“Tentunya ini juga selalu menjadi perhatian kita apalagi saat ini kita dihadapkan situasi pro kontra dengan rencana revisi UU Otsus dan tentunya ini membawa dampak terhadap situasi dalam negeri kemudian kebijakan-kebijakan domestik di mana kita sama-sama menghadapi pandemi COVID yang tentunya ini juga memerlukan perhatian khusus yang tentunya memerlukan persatuan, satu kesatuan, satu sikap yang sama dalam langkah sehingga kita bisa mengatasi hal tersebut,” papar Sigit.
Sigit juga berbicara mengenai kemajemukan Indonesia. Sigit menjelaskan Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam, kekayaan bahasa, kekayaan suku, hingga beragam etnis.
“Keberagaman harus selalu dipertahankan, kenapa demikian? kalau potensi keberagaman ini salah dalam pengelolaannya yang terjadi adalah sebaliknya, yang tadinya potensi menjadi kekayaan kalau itu tidak bisa dikelola dengan baik maka terjadinya potensi yang mengakibatkan destruktif atau kehancuran,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Sigit lantas menyitir pernyataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin perihal Indonesia adalah negara kesepakatan. Dia juga mengungkapkan pesan Bung Karno soal Indonesia dibangun bukan untuk satu golongan, tapi untuk semua elemen bangsa.
“Semangat dasar yang diciptakan the founding fathers kita yang tentunya ini adalah warisan yang harus kita pertahankan dan ini tentunya yang harus selalu ingatkan. Kenapa demikian? karena semakin hari kebebasan demokrasi yang di dalamnya tentu memberikan ruang terhadap kebebasan berekspresi kebebasan untuk menyampaikan pendapat namun di satu sisi ada nila-nilai yang harus kita jaga karena memang kita startnya dari kondisi yang berbeda, bukan demokrasi yang liberal, bukan seperti itu. Tapi Demokrasi yang Pancasila sehingga nilai-nilai Pancasila yang ada di dalamnya tentu harus kita kelola,” terangnya.
Kapolri menjelaskan panjang-lebar mengenai kondisi Indonesia yang begitu lama dijajah bangsa asing. Menurut Sigit, Indonesia begitu lama lepas dari situasi penjajahan karena telat menyadari bahwa bangsa ini sedang dijajah.
“Kenapa saya sampaikan demikian? Teori perang begitu kalau zaman dulu bagaimana melakukan perang menguasai suatu negara dengan invasi dengan kekuatan bersenjata, namun sekarang tentunya hal berbeda bagaimana kemudian untuk mengekspansi atau mengembangkan kekuasaannya suatu negara tidak perlu menguasai dengan kekuatan perang yang penting adalah menguasai sumber dayanya kalau memang itu yang dibutuhkan atau paling tidak di dalamnya dibikin kacau sehingga kita yang menguasai,” beber Sigit.
Karena itu, Sigit mengajak semua pihak mewaspadai polarisasi di Indonesia. Dia mengingatkan bangsa ini pernah mengalami berbagai pemberontakan.
“Beberapa waktu yang lalu, situasi polarisasi yang ada di Indonesia ini tentunya harus kita waspadai walaupun kita harus ingat setelah merdeka berapa kali terjadi pemberontakan, pemberontakan yang dilakukan oleh DI/TII, pemberontakan yang dilakukan oleh PKI, bahkan yang paling terkenal pemberontakan yang dilakukan G30SPKI,” ujar Sigit.
Mantan Kapolda Banten itu juga menyinggung perjalan politik Indonesia sejak Pilkada pada 2017 hingga pilpres. Saat itu pemanfaatan teknologi informasi mulai dilakukan dengan memunculkan ujaran kebencian dan hoax.
“Padahal kalau kita lihat di level elite saat ini dalam posisi yang jadi satu. Tapi yang di grassroot untuk bisa berubah itu sangat sulit dan ini tentunya potensi yang harus kita waspadai yang kalau kita tidak kelola dengan baik ini akan membawa situasi bangsa kiat menjadi berat sesuai dengan cita-cita kita semua,” tutur dia.
Sigit mengatakan polarisasi ini menjadi prioritas penanganan Polri. Dia lantas menjelaskan ihwal transformasi Polri menuju Polri yang ‘Presisi’.
“Khususnya yang terkait dengan masalah kerukunan yang cocok adalah program prioritas kami bagaimana program moderasi beragam sinergitas dan terkait pola-pola penangan penegakan hukum karena polarisasi munculnya banyak di media sosial tentunya yang menjadi perhatian kita bagaimana ruang siber bisa kelola dengan baik,” ujar Kapolri.
Ia memaparkan tentang sejumlah langkah untuk menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi soal UU ITE. Pola penanganan terkait masalah siber kini berubah.
“Kalau dulu kita memang begitu pelanggaran di ruang siber maka langkah kita dulu tidak dipanggil dulu harus kita tangkap karena kalau nggak barang buktinya disembunyikan atau dihilangkan sehingga kita tangkap dulu, kita rubah pola kita lebih banyak memberikan edukasi kita punya program virtual police bagaimana pada saat menjadi potensi melakukan pelanggaran maka kita berikan edukasi,” ujar dia.
Sigit mengatakan virtual police ini sempat menjadi pro dan kontra karena dianggap bakal menghalangi kebebasan berekspresi. Sigit mengatakan ada hal yang bisa dikompromikan demi mencega disintegrasi bangsa.
“Jadi kita berikan pesan konten ini berpotensi melanggar tolong untuk dihapus atau diturunkan jadi model persuasif kita lakukan sehingga ruang siber bisa dikelola bisa dilakukan dengan baik,” tutur Jenderal Sigit.