Ogan Ilir- Maraknya ujaran kebencian, fitnah dan hasutan yang semakin meresahkan bukan hanya dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat, tetapi juga seringkali dimanfaatkan untuk kepentingan ajakan kekerasan dan terorisme. Kelompok radikal terorisme paling cerdas memanfaatkan kondisi konflik sebagai ladang radikalisasi. Di sinilah para penyuluh agama harus mampu menjadi mesin pendingin dengan dakwah yang menyejukkan dan meredam meluasnya ujaran kebencian.
Demikian ditegaskan oleh Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Hendri Paruhuman Lubis, dalam sambutan kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme, di Ogan ilir, Kamis (25/10/2018). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk program pelibatan masyarakat yang dilaksanakan oleh BNPT melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sumatera Selatan.
Lebih lanjut, lulusan Akmil 1986 ini mengingatkan modus operandi aksi terorisme dan penyebarluasan paham radikal terorisme di tengah masyarakat selalu mengalami perubahan. Mereka mampu mengemas isu-isu perpecahan dan sektarian dibungkus dengan pembenaran keagamaan yang dapat mempengaruhi masyarakat.
“Kami mendorong para penyuluh agama dapat memperbaharui metode dakwah dan penyuluhannya dengan materi yang mudah diterima oleh masyarakat, tanpa meninggalkan tujuan akhir yaitu terwujudnya pemahaman terhadap ajaran agama yang toleran dan cinta damai di kalangan masyarakat.” ujarnya.
Penyuluh agama, menurutnya, merupakan garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itulah, peningkatan dan penguatan kapasitas penyuluh agama harus digalakkan dalam rangka menyamakan persepsi tentang potensi ancaman radikal terorisme, peta kerawanan dan cara menghadapinya dengan benar.
Ancaman terorisme tentu saja masih menjadi ancaman serius bagi bangsa ini. Dari berbagai rangkaian aksi dapat diambil pelajaran bahwa pelaku teror merupakan bagian dari masyarakat yang tinggal di tengah masyarakat dan membaur dalam kehidupan kita sehari-hari. Hal inilah, menurut Lubis, menuntut masyarakat untuk selalu mengedepankan kewaspadaan dan berupaya mencegah tumbuh subur dan tersebarluaskannya paham radikal terorisme di kalangan masyarakat.
“saya ingin menitip pesan kepada para penyuluh agama agar jangan pernah lelah mengkampanyekan kepada masyarakat bahwa aksi terorisme adalah salah satu wujud penyalahartian pemahaman ajaran agama yang rahmatan lil alamiin.” tegasnya.
Pemerintah saat ini dalam menghadapi terorisme lebih mengedepankan aspek pencegahan sebagai garda terdepan melalui pendekatan halus (soft approach). Kebijakan pencegahan diarahkan pada peningkatan daya tangkal masyarakat terhadap paham radikal terorisme dengan cara pelibatan peran serta seluruh komponen masyarakat dalam pencegahan terorisme.
Mengakhiri sambutannya, Hendri mengajak para penyuluh agama, tokoh adat budaya, dan tokoh masyarakat untuk senantiasa meningkatkan ketahanan diri dan membangun deteksi dini melalui kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian dan kebersamaan adalah modal berharga dalam melawan dan memperkecil ruang gerak terorisme di tengah masyarakat.