Padang – Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, kembali mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam penyusunan dan publikasi pemberitaan isu-isu terorisme. Kesalahan pemberitaan oleh media massa dinilai bisa melipatgandakan dampak terorisme.
Dalam paparannya di kegiatan Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Padang, Sumatera Barat, Selasa (16/8/2016), Imam mencontohkan peristiwa penyanderaan seorang pengunjung café di Australia oleh seorang simpatisan Islamic State of Iraq and Syria. Pelaku sempat meminta kepada sebuah stasiun televisi yang berkantor tak jauh dari lokasi untuk meliput dan menyiarkan aksinya secara langsung, namun ditolak.
“Karena ditolak itulah aksi itu bisa dikatakan gagal. Artinya apa? Artinya media di Australia sudah sadar untuk tidak memberikan ruang kepada aksi-aksi terorisme,” kata Imam.
Kondisi sebaliknya terjadi di Indonesia. Imam mencontohkan kasus ledakan bom di kawasan Thamrin, Jakarta, Januari 2016 lalu, yang disebutnya menjadi sangat menakutkan karena pemberitaan yang tak terkendali. “Ibu saya di kampung sampai menelpon berulang kali, mengingatkan agar saya tidak keluar rumah. Padahal kita semua tahu yang sebenarnya bom yang digunakan di aksi teror itu tidak seberapa,” ceritanya.
Senada dengan Imam Wahyudi, Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Willy Pramudya. Dia menyoroti pilihan media membuat pemberitaan yang bersumber dari informasi di media sosial tanpa melakukan pengecekan atas kebenarannya terlebih dahulu.
“Masih ingat ada kabar di medsos soal ada juga ledakan di Cikini, Alam Sutera, dan Palmerah? Kejadiannya tidak ada dan ternyata media memberitakannya tanpa ada chek dan recheck atas kebenarannya. Akibatnya apa? Akibatnya seluruh Jakarta, bahkan mungkin Indonesia mencekam, seolah kejadian di Thamrin sudah melumpuhkan semuanya,” urai Willy.
Willy yang juga tercatat sebagai saksi ahli di beberapa kasus pemberitaan yang ditangani Dewan Pers, meminta agar wartawan selalu berpegang kepada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, serta aturan turunannya, seperti Pedoman Peliputan Terorisme untuk peliputan isu-isu terorisme. “Pemberitaan terorisme jangan menimbulkan teror baru bagi masyarakat,” tegasnya.
Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme adalah rangkaian kegiatan dari program Pelibatan Media Massa dalam Pencegahan Terorisme. Satu kegiatan lainnya, Media Visit, kunjungan dan diskusi dengan redaksi media massa sudah dilaksanakan pada Senin (15/8/2016).