Sleman – Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) berkeinginan meluruskan tuduhan yang acap disematkan terhadap masjid, pesantren, dan kampus sebagai tempat persemaian benih radikalisme. Pembahasannya dituangkan di dalam materi simposium nasional tiga pilar dakwah yang diadakan di auditorium kampus terpadu UII, Sleman, Senin, (6/1) lalu.
Hasil simposium ini diharapkan dapat membuka hati dan mata pihak-pihak tertentu bahwa tudingan itu kurang berdasar.
“Tuduhan itu hanya bagian rekayasa segelintir pihak yang anti terhadap perkembangan dakwah,” ucap Ketua Umum DDII Mohammad Sidik.
Dewan Dakwah, sambung Sidik, prihatin dengan adanya tudingan keji dan palsu tersebut. Terlebih, ketiga pilar yakni masjid, pesantren, dan kampus selama ini telah berkontribusi membangun NKRI semakin kokoh.
Simposium ini menjadi semacam oase bagi para praktisi dakwah untuk mendiskusikan strategi yang tepat dan konstitusional dalam menjalankan dakwah.
“Kami sekaligus ingin melihat lebih jernih apakah tuduhan radikalisme itu sebagai fakta atau fitnah yang tidak berdasar alias diada-adakan,” tandasnya.
Simposium nasional ini digelar dalam tiga sesi. Pembicara yang dihadirkan antara lain dari Dewan Masjid Indonesia, Pengurus Masjid Jogokaryan, Pimpinan Ponpes Gontor, Pimpinan Ponpes Sidogiri Pasuruan, Ketua BKSPPI, Ketua Takmir Masjid Al Falah Surabaya, dan Ketua Asosiasi Lembaga Dakwah Kampus.
Menindaklanjuti simposium, hari berikutnya Dewan Dakwah menggelar rakornas yang mengundang pengurus dari 32 provinsi. Salah satu agendanya adalah membicarakan tahapan implementasi dalam melakukan dakwah di tiga pilar tersebut.
Menanggapi tuduhan bahwa kampus sebagai wadah persemaian bibit radikalisme, Rektor UII Fathul Wahid menegaskan mustahil kampusnya akan mengkhianati niat luhur pendiri.
“UII dulunya didirikan oleh beberapa tokoh yang memiliki ragam latar belakang. Tidak mungkin kami mengkhianati cita-cita luhur yang telah ditanamkan,” ujar Fathul.
Perekatnya menurut dia adalah nilai moderasi yang sampai saat ini terus digaungkan.