Negara Indonesia selama ini dikenal memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah serta Destinasi Pariwisata yang cukup beragam. Dengan kondisi dan konstelasi geografi Indonesia yang seperti itu tentunya memberikan peluang terjadinya berbagai bentuk dan jenis ancaman seperti ancaman terorisme. Dengan adanya ancaman tersebut tentunya diperlukan upaya memelihara keamanan.
Karena ancaman terorisme sendiri telah menjadi ancaman nyata bagi masyarakat. Kejadian terorisme di tanah air telah mengambil banyak sasaran yang bervariasi seperti rumah ibadah, institusi pemerintah, kantor perwakilan asing, destinasi Pariwisata, dan berbagai pusat keramaian lainnya.
“Pusat keramaian atau tujuan pariwisata menjadi sasaran karena kelompok terorisme sendiri dalam melakukan aksinya selama ini selalu memilih tempat yang ramai dengan tujuan mendapatkan korban yang banyak dalam melakukan serangannya,” ujar DR. Sri Yunanto selaku anggota kelompok ahli BNPT saat melakukan paparan di acara Focus Group Discussion (FGD) Sosialisasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Sistem Keamanan Destinasi Wisata Dalam Menghadapi Ancaman Terorisme yang digelar Direktorat Perlindungan BNPT di Hotel Sahati, Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Dirinya mencontohkan lokasi destinasi wisata yang menjadi sasaran kelompok seperti aksi Bom Bali I (Oktober 2002), di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC) yang menewaskan 202 korban jiwa dengan 209 orang luka-luka serta Bom Bali II (2005) yang terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka menjunjukkan kelompok terorisme menginginkan adanya korban yang banyak di lokasi wisata.
“Dua kejadian bom di Bali ini tentunya memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pariwisata di Bali. Parawisata merupakan obyek vital lainnya manjadi konsentrasi kita dalam upaya penanggulangan ancaman terorisme karena itu adalah pilihan atau sasaran terorisme,” ujarnya.
Untuk itu menurutnya, dalam menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme, BNPT sendiri melalui Direktorat Perlindungan yang mengatur perlindungan di bidang Pengamanan Obyek Vital, VVIP, Transportasi, Lingkungan berkewajiban menyusun sistem pengamanan terhadap ancaman terorisme yang diperuntukkan bagi Destinasi Pariwisata di Indonesia.
“Prosedur tindakan-tindakan spesifik yang dapat diambil pihak pengelola Destinasi Pariwisata dan aparat keamanan untuk meminimalisasi kemungkinan serangan teror, termasuk dampak kerusakan sekiranya aksi teror tersebut terjadi,” ujarnya.
Karena hal tersebut sebagai panduan atau pedoman bagi penanggung jawab dan pelaksana di lapangan dalam menangani tindak pidana terorisme di Destinasi Pariwisata. “Yang tentunya bertukjuan untuk memudahkan para petugas di lapangan dalam memahami tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelaksanaan pengamanan di Destinasi Pariwisata,” ujarnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan BNPT ini memiliki dasar hukum dari UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Peraturan Presiden No.46 Tahun 2010 tentang BNPT yang mengalami perubahan berdasarkan Peraturan Presiden No.12 Tahun 2012, Peraturan Kapolri No. 24 Tahun 2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintahan dan Skep Kapolri No. 738 Tahun 2005 tanggal 13 oktober 2005 tentang Sistem Pengamanan Obyek Vital Nasional.
Untuk itu dengan adanya SOP ini, dirinya berharap implementasi penanganan keadaan darurat menghadapi ancaman terorisme di detinasi pariwisata yang diterima Tim Penanggulangan Keadaan Darurat (TPKD) dalam menghadapi situasi ancaman terorisme dapat berkoordinasi dengan aparat keamanan.
“Jadi nantinya info yg diterima oleh Satpam Destinasi Pariwisata disampaikan kepada Kepala Pengelola Destinasi Pariwisata sesuai bentuk ancaman yang diketahui. Nantinya ketua TPKD diharapkan dapat mengumpulkan informasi dari pihak-pihak terkait dengan memberikan penilaian terhadap informasi yang diterima serta dapat menyiapkan rencana tindakan yang akan dilakukan,” katanya.
Dan jika terjadi ancaman terorisme, Kepala Pengelola Destinasi Pariwisata selain melaporkan kepada Kepolisian setempat juga melaporkan kepada BNPT. “TPKD menginformasikan perkembangan situasi ancaman/tindakan nyata kepada pihak aparat keamanan terkait secara detail,” ujarnya.