Perbincangan terkait deradikalisasi kini mencuat lagi, terutama pasca munculnya beberapa tuduhan tentang deradikalisasi yang disinyalir sebagai upaya nyata pemerintah dalam menghancurkan bangsa. Tuduhan di atas tentulah tidak benar, karena sebagai salah satu program andalan pemerintah dalam menanggulangi radikalisme dan terorisme di negeri ini, deradikalisasi hanya fokus menyasar pada kawasan otak dan hati.
Radikalisme dan terorisme terletak di otak dan hati, di dua tempat itu pikiran jahat bersemayam, dan di dua tempat itu pula deradikalisasi memainkan peran penanggulangan. Dari segi definisi, deradikalisasi secara umum dapat diartikan sebagai upaya untuk mengubah yang semula radikal menjadi tidak lagi radikal. Untuk konteks Indonesia, Agus SB yang dikenal sebagai “Bapak Deradikalisasi” menjelaskan, deradikalisasi difokuskan pada enam hal utama, yakni; rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi, pembinaan wawasan kebangsaan, pembinaan keagamaan moderat, dan kewirausahaan.
Melalui rehabilitasi, orang-orang yang telah terpapar ajaran radikal menjalani proses pemulihan agar mereka tidak lagi meyakini ajaran-ajaran radikal yang semula menyesaki kepala dan hati mereka. Mereka kemudian dididik ulang dengan ajaran yang benar dan baik, termasuk disiapkan untuk dapat kembali dan berbaur dengan masyarakat luas ketika nanti telah selesai menjalani masa tahanan. Hal utama yang tidak luput dilakukan dari program ini adalah pemberian bekal pelatihan kewirausahaan.
Direktur deradikalisasi BNPT Prof. Irfan Idris kerap menyatakan orang dapat menjadi radikal karena kosong di tiga tempat; kosong pikiran, kosong hati dan kosong kantong. Pemberian ketrampilan kewirausahaan kepada para radikalis dimaksudkan untuk mengatasi masalah ‘kosong’ yang terakhir itu. Radikalisme dan terorisme memang bukan melulu tentang agama dan setumpuk janji surga, kesusahan hidup justru kerap menjadi faktor fundamental yang dapat menyeret seseorang untuk menjadi bengal.
Meski demikian, deradikalisasi tidak berfungsi laiknya obat yang hanya akan bekerja ketika sakit sudah mendera. Lebih dari itu, deradikalisasi aktif melakukan tugas pencegahan dengan turut membentengi masyarakat dari bahaya radikalisme dan terorisme, khususnya kepada orang-orang yang belum terpapar virus radikalisme.
Dalam implementasinya, deradikalisasi dilakukan dalam dua cara; deradikalisasi dalam lapas dan deradikalisasi luar lapas. Untuk jenis pertama, target utamanya jelas adalah para napi terorisme yang menghuni rumah tahanan. Dalam program ini para napi terorisme diajak untuk berdiskusi, berdialog, dan bahkan berdebat (jika perlu) tentang pemahaman keagamaan yang keliru. Mereka kemudian dibekali dengan berbagai keahlian yang akan mereka gunakan untuk hidup di jalan yang benar kelak ketika kembali ke masyarakat.
Sementara deradikalisasi di luar lapas ditujukan kepada masyarakat umum, utamanya keluarga dan sanak saudara para terpidana terorisme. Para keluarga dan sanak saudara ini termasuk dalam golongan dengan potensi terpapar radikalisme dan terorisme yang tinggi, karenanya mereka masuk dalam ring satu (sasaran utama) program pencegahan, jangan sampai mereka terkena bujuk rayu dan tipuan murahan radikalisme. Melalui deradikalisasi, mereka dibentengi dengan pemahaman agama dan kebangsaan yang baik, sehingga dengannya mereka tidak akan mudah terpengaruh radikalisme.
Masyarakat luas juga tidak luput dari program deradikalisasi, karena program ini menyasar ke berbagai jenjang, terdapat setidaknya lima golongan yang menjadi sasaran program, yakni; potensi teroris (masyarakat yang berpotensi menjadi pelaku teror), mantan teroris, mantan napi teroris, keluarganya dan jaringannya.
Perlahan namun pasti, deradikalisasi mulai dirasakan manfaatnya. Jumlah kelompok radikal dan bahkan teroris yang bertaubat semakin hari semakin meningkat. Mengajak kelompok radikal kembali ke jalan yang benar nyatanya lebih efektif dalam mencegah agar kekerasan tidak perlu lagi terjadi, lagi-lagi karena letak masalah utama radikalisme adalah otak dan hati. Deradikalisasi tampaknya sudah berada di jalur yang tepat untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi.