Deradikalisasi Tak Hanya Kuatkan Pemahaman Pancasila dan dan Nasionalisme, Tapi Juga Pelatihan Kewirausahaan

Solo – Terorisme masih menjadi masalah di negeri ini. Upaya
deradikalisasi terus diupayakan. Bahkan langkah ini dimulai sejak para
narapidana terorismer (napiter) ini masih menjalani hukuman di balik
jeruji besi. Program ini dilakukan untuk mereduksi ideologi radikal
para napiter lalu kemudian mereka sadar dan kembali ke pangkuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Direktur Pembinaan Narapidana dan Anak Binaan, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Erwedi
Supriyatno menuturkan program deradikalisasi ini merupakan kolaborasi
antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88
Antiteror, dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

“Pendekatan yang kami gunakan adalah sinergi lintas sektor dengan
melibatkan petugas Lapas, Pamong, dan wali narapidana. Mereka secara
rutin melakukan pembinaan, pemantauan, serta evaluasi untuk memastikan
keberhasilan program ini,” ungkapnya saat berkunjung ke Solo, Senin
(23/12/2024).

Erwedi menuturkan, pendekatan terhadap narapidana terorisme tidak
hanya berfokus pada aspek keamanan, tetapi juga pembinaan karakter dan
wawasan kebangsaan.

Program ini bertujuan memberikan pemahaman ideologi Pancasila dan
nasionalisme yang benar, serta memberdayakan narapidana melalui
pelatihan keterampilan dan kewirausahaan.

“Melalui program bersama deradikalisasi ini, kami memastikan mereka
mendapatkan pembekalan untuk hidup mandiri dan harmoni di tengah
masyarakat setelah bebas. Kami percaya bahwa setiap individu memiliki
kesempatan untuk berubah,” ujar Erwedi.

Menurutnya, deklarasi ikrar setia kepada NKRI oleh mantan anggota
kelompok radikal, termasuk narapidana terorisme, dianggap sebagai
tonggak keberhasilan program deradikalisasi.

“Banyak dari mereka yang secara sadar dan ikhlas menyatakan kembali
kepada NKRI. Ini adalah langkah besar yang menunjukkan bahwa
pendekatan humanis lebih efektif dalam mengatasi radikalisme,” ungkap
Erwedi.

Dia berharap, tingkat radikalisme di Indonesia dapat terus menurun
seiring bertambahnya jumlah narapidana yang berkomitmen meninggalkan
ideologi radikal.

“Dengan kolaborasi yang solid, kami ingin menciptakan lingkungan yang
lebih aman dan masyarakat yang harmonis,” tuturnya.

Disinggung soal jumlah napiter saat ini, Erwedi menuturkan sejauh ini
ada sekira 300 orang tahanan berstatus napiter. Di mana mereka
tersebar diseluruh lapas/rutan di Indonesia. “Memang cukup banyak,
namun ini tidak menyurutkan niat kami untuk melakukan upaya
deradikalisasi,” pungkasnya.