Jakarta – Deradikalisasi atau pembinaan tidak bisa disepelekan dalam pencegahan terorisme karena itu merupakan salah satu cara untuk mengembalikan orang yang terlanjur radikal menjadi tidak radikal. Itu pasti tidak mudah karena ini menyangkut agama dan ideologi seseorang sehingga dibutuhkan upaya maksimal dan terus menerus dalam menjalankan deradikalisasi, bagi narapidana terorisme di dalam Lapas, maupun di luar Lapas.
“Deradikalisasi tidak bisa disepelekan dalam pencegahan terorisme. Dengan dilakukan deradikalisasi masih ada napi terorisme yang kolot, bagaimana bila tidak dijalankan deradikalsasi,” kata Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. Hamdi Muluk, Msi di Jakarta, Jumat (11/3/2016).
Menurut Hamdi, deradikalisasi tidak semudah membalik telapan tangan. Butuh waktu yang panjang untuk menyadarkan orang-orang yang terlanjur radikal. Bahkan proses pendekatan dan penyadaran itu bisa sangat rumit. Soalnya, biasanya napi terorisme sangat sulit didekati dan diajak bersosialisasi di luar kelompok mereka.
Begitu juga untuk menjalankan deradikalisasi, lanjut Hamdi, dibutuhkan sinergi kuat antar lembaga terkait. Selama ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga koordinator pencegahan terorisme di Indonesia, sudah menjalankan tahapan demi tahapan dalam melaksanakan deradikalisasi. Tapi itu masih butuh ditingkatkan terutama dengan lembaga-lembaga yang ada seperti Lapas, Kepolisian, TNI, dan lain-lain.
Hamdi mengungkapkan bahwa proses penyadaran napi terorisme jelas berbeda dengan napi tindak pidana biasa. Itu dibutuhkan perenungan serta strategi tepat untuk bisa mengajak mereka berkomunikasi.
“Tentunya ini adalah hasil perenungan yang panjang. Soalnya teman-teman (napi terorisme) pernah punya keyakinan dan terpikat ideologi teroris serta tergiur iming-iming bahwa kita butuh negara Islam, meski harus ditempuh dengan kekerasan. Mereka juga berpikir bahwa hanya orang yang sepaham dengan mereka yang bisa mengelola negara. Jadi harus ada pendekatan secara khusus kepada mereka yang harus dimiliki oleh para petugas Lapas,” ungkap Hamdi Muluk.
Hamdi menilai, harapan para napi terorisme tentang negara Islam itu adalah konsep yang tidak beralasan. Dan itu harus terus ditanamkan kepada mereka sekaligus meyakinkan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara dibawah ideologi Pancasila suatu keniscayaan.
“Sekarang kita harus terus membina dan merangkul mereka untuk bisa menjalani dan mengisi kehidupan yang lebih baik. Artinya, setelah proses penyadaran ini, harus ada proses lanjutan untuk mengantar mereka kembali ke masyarakat, setelah bebas dari penjara nanti,” ungkapnya.
Sejauh ini, BNPT telah menyiapkan berbagai instrumen untuk menjalankan deradikalisasi antara lain pembuatan modul identifikasi napi terorisme dan tim pelaksana identifikasi dalam Lapas. Hamdi mengungkapkan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk memperbarui data-data napi terorisme sekaligus untuk mengembangkan instrumen tersebut dengan melihat skala-skala psikologis, kerentanan dan radikalisasi terhadap napi tersebut.
“Ini nantinya akan digunakan untuk melihat index radikalisasi dari napi tersebut. Sehingga kita tahu seberapa besar kadar radikal masing-masing napi selama menjalani deradikalisasi,” ujar Hamdi Muluk.
Tidak hanya bagi napi terorisme yang selama ini telah menjalani hukuman, juga harus dikembangkan instrumen identifikasi untuk napi yang baru masuk seperti yang baru ditahan pihak kepolisian. Juga masih banyak variabel-variabel yang akan dipakai bagi tim identifikasi ini yang nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat radikal bagi napi tersebut.
Sebelumnya, Guru Besar Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Bambang Pranowo, MA juga menekankan pentingnya deradikalisasi dalam pencegahan terorisme. Menurutnya, akan sulit menyadarkan napi terorisme yang terlanjur kemasukan paham radikalisme, bila tidak dilakukan tahapan demi tahapan deradikalisasi itu.
“Deradikalisasi itu sangat penting sehingga harus lebih diintensifkan baik di dalam Lapas maupun di luar Lapas karena ini menyangkut pemahaman agama dan ideologi seseorang. Mereka harus diberikan pemahaman tentang agama Islam yang rahmatan lil alamin dan juga jihad yang benar karena sebelum mereka selalu mengagung-agungkan jihad, juga selalu mengkafir-kafirkan orang yang tidak sepaham (takfiri). Kalau tidak ada deradikalisasi, mereka pasti akan kembali menjadi teroris bila sudah bebas,” tegasnya.