Negara bangsa (nation state) merupakan bentuk negara yang diperjuangkan dan telah diwujudkan oleh the founding fathers. Bentuk negara tersebut sesuai dengan struktur dan kultur masyarakat nusantara sebelum meraih kemerdekaan, dan menjadi lebih kuat lagi setelah Indonesia memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka dari segala bentuk imperialisme.
Bukan negara agama (religion state) yang menjadi pilihan, ilusi dan angan-angan yang menghabiskan energi, waktu dan pikiran sehat, bukan pula hayalan yang memiliki dasar yang qathi’.
Bentuk negara yang diteriakkan oleh pihak yang menggunakan kekerasan, melakukan pembantaian, pembunuhan bahkan secara konyol melakukan tindakan bom bunuh diri, hanya berdasar pada interpretasi kitab suci secara monopolis yang tidak humanis.
Tafsiran yang melegitimasi birahi politik, tidak rasional serta tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam semua agama yang dianut banyak manusia, dan bahkan bertentangan pula dengan mindset manusia yang belum mendapat hidayah untuk menganut agama alias atheis.
Bahkan kelompok manusia yang belum mendapat hidayah tersebutlah yang lebih utama diajak berdialog agar mereka dapat mengenal Tuhan dan memperoleh petunjuk yang nantinya dapat menginternalisasikan nilai-nilai syari’ah ke dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bukan menghabiskan waktu membicarakan bentuk negara agama, yang jika telah terwujud akan menyisakan perang saudara antar sesama seperti sebahagian yang terjadi di belahan dunia lain yang telah menjadikan agama sebagai asas bernegara tetapi kenyataannya menampilkan prilaku manusia yang bertentangan dengan semua ajaran agama.
Agenda Nasional Anak Bangsa
Agenda penting dan mendesak yang harus dilaksanakan oleh seluruh anak negeri, generasi penerus, komponen bangsa dan semua lapisan masyarakat adalah membenahi bentuk negara bangsa ini yang diwariskan dan diraih oleh para pahlawan kusuma bangsa dengan tetesan keringat, air mata bahkan tumpahan darah, demi melepaskan diri dan membebaskan bangsa dari belenggu penjajah dengan pekikan ‘MERDEKA’ yang kini telah diraih sejak 71 tahun silam.
Bentuk negara bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD negara republik Indonesia menjadi agenda mendesak yang harus dilaksanakan oleh seluruh komponen bangsa, munculnya arus negatif dan gerakan anarkis yang menolak bentuk negara bangsa dan tidak menerima Pancasila dan UUD NRI 1945 dan menjadikan negara agama sebagai pilihan alternatif.
Penyebab utama adalah kurangnya agenda pembelajaran tentang falsafah negara Pancasila bagi generasi muda dalam semua jenjang pendidikan, dan lemahnya keteladanan yang dicontohkan oleh segenap tokoh masyarakat kepada calon penerus perjuangan dalam membangun dan memajukan bangsa dalam segala sektor kehidupan.
Akibatnya, semakin hari semakin tumbuh subur gerakan penolakan terhadap empat konsensus dasar berbangsa, solusinya adalah meningkatkan strategi pembelajaran empat konsensus dasar bangsa bagi seluruh tingkat pendidikan dan berpacu dalam memperlihatkan keteladanan kepada seluruh generasi muda.
Bagi mantan warga binaan teroris, terutama yang telah kooperatif dan telah berbaur dengan masyarakat lingkungannya, model dan strategi pembinaan wawasan kebangsaan melibatkan kementerian dalam negeri berkolaborasi dengan direkturat deradikaalisasi BNPT.
Sejak tahun 2014 program pembinaan wawasan kebangsaan telah dijalankan oleh direkturat deradikalisasi BNPT dengan menggandeng tokoh nasional baik dari Kementerian dan Lembaga maupun dari wakil rakyat yang duduk di parlemen khususnya dari komisi III DPR RI.
Strategi ini perlu terus dilanjutkan dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan tantangan kehidupan berbangsa yang setiap saat mengalami perubahan, agar tidak kaku pada teks kesejarahan semata, tetapi dapat mengakomodir persoalan kebangsaan yang beraneka ragam.
Misalnya materi pembinaan wawasan kebangsaan bagi binaan yang berdomisili di propinsi Aceh, berbeda dengan materi dan strategi yang disajikan pada binaan yang berdomisili di propinsi Sulawesi Tengah dan atau propinsi Maluku.
Tipe penguatan wawasan kebangsaan bagi binaan yang tinggal di Poso dan Ambon adalah uraian komprehensif tentang sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menitik beratkan pada strategi mewujudkan kehidupan yang harmonis dalam negara Indonesia yang menganut enam agama secara konstitusional. Sebab awal munculnya konflik pada kedua wilayah tersebut adalah konflik komunal kemudian diperpanjang oleh kelompok radikal teroris dengan menjadikan basis pelatihan para militer guna mempersiapkan diri dan jaringan mewujudkan bentuk negara yang sama diimpikan oleh kelompok radikal anarkis yang berkecamuk pada negara syiria dan Iraq.
Beda halnya dengan binaan yang tinggal di wilayah Aceh, penguatan wawasan kebangsaan pada sila persatuan Indonesia menjadi prioritas dalam menjaga keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI, agar benih-benih radikal separatisme yang menuntut kemerdekaan tidak berkembang dan tumbuh subur.
Bentuk Sinergitas
Dalam merealisasikan sinergitas pembinaan dan penguatan wawasan kebangsaan bagi mantan warga binaan pemasyarakatan terorisme, bentuk kongkrit kerja sama antara kemendagri dengan direkturat deradikalisasi BNPT adalah melibatkan personil kemendagri pada level kelurahan dan desa untuk melakukan pendampingan dan berdialog secara aktif produktif terhadap mantan warga binaan pemasyarakatan yang berada dalam wilayah dan kewenangan kemendagri yang secara struktur organisasi lengkap hingga pada level bawah.
Di samping melakukan dialog dan komunikasi kebangsaan secara intensif, kemendagri dapat pula memberikan pelayanan administrasi bagi mereka yang tidak memiliki lagi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga setelah menjalani proses tahanan.
Hal tersebut terungkap dari hasil pelaksanaan kegiatan identifikasi yang telah dilakukan di beberapa wilayah dimseluruh Indonesia. Bagi yang telah kooperatif, terbuka dan siap kembali ke pangkuan ibu pertiwi republik Indonesia, berharap agar mereka bisa beraktifitas seperti sedia kala.
Kendalanya adalah di antara mereka ada yang tidak memiliki lagi KTP dan KK karen hilang saat menjalani proses hukum, kemungkinan juga tidak memiliki KTP yang permanen, sebab dipahami bersama bahwa para pelaku tindak pidana terorisme saat aktif bergeliria dan berpindah-pindah, mereka memiliki lebih dari satu KTP berdasarkan jumlah nama yang mereka miliki.
Harapan tersebut sangat memungkinkan difasilitasi dengan melibatkan pegawai kelurahan yang menangani administrasi kependudukan. Proses pengurusan KTP dan KK bagi warga binaan yang tidak memilikinya, memudahkan mereka untuk memenuhi syarat administrasi pada saat mereka ingin mencari kerja sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.
Pada prinsipnya, bila warga binaan telah kooperatif dan kembali ke tengah masyarakat, momen yang sangat tepat melaksanakan program nawa cita Presiden RI Joko Widodo, yaitu hadirnya negara atau menghadirkan negara. Bentuk menghadirkan negara dalam hal ini memfasilitasi masyarakat memperoleh administrasi kependudukan.
Bila mereka telah memiliki dan melengkapi KTP dan KK, mereka dengan mudah dapat mencari jenis pekerjaan yang diminati. Sebaliknya, jika negara abai, petugas yang berkewenangan tidak memberikan kelengkapan administrasi kependudukan, tidak menutup kemungkinan mereka mengalami frustrasi dan kembali menjadi radikal anarkis.
Selain sinergitas pembenahan secara fisik, pembunaan wawasan kebangsaan tetap terus harus dikembangkan dengan melibatkan mereka berbaur dalam setiap kegiatan masyarakat, hal tersebut sangat bermanfaat karena masyarakat luas dapat menyaksikan prilaku mereka yang telah berubah dan menyadari kesalahan yang telah mereka lakukan. Jakarta, 29 Agustus 2016.