deradikalisasi berarti memberi pertolongan. tinnybudha.com

Deradikalisasi Mantan Teroris

Sabtu 13 Agustus 2016 pukul 16.00 mentari di langit kota serambi Mekkah Aceh perlahan bergeser ke ufuk barat pertanda senja hampir lenyap dari cakrawala pandang. Hembusan angin kencang musim kemarau menerbangkan dedaunan kering di pinggiran jalan sepanjang kota rencong, ayam tangkap sebagai menu makanan khas Aceh telah tersedia di setiap warung makan di sepanjang jalan di kota yang pernah diobrak-abrik oleh bencana alam tsunami pada tahun 2004.

Diskusi intensif antara penggiat deradikaalisasi dengan para mantan narapidana terorisme berlansung produktif, dialogis, hidup, akrab dan kontributif.

Kehadiran warga binaan mantan narapidana terorisme sebanyak 12 orang di salah satu hotel di Aceh dengan semangat yang tinggi itu untuk memenuhi undangan Direktorat Deradikalisasi BNPT sebagai rangkaian pelaksanaan program pembinaan mantan narapidana terorisme di luar lapas yang dilaksanakan pada 17 propinsi di seluruh Indonesia.

Sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan identifikasi yang bertujuan melengkapi data para mantan narapidana tindak pidana terorisme. Istilah identifikasi digunakan untuk membedakan dengan introgasi. Antara identifikasi dengan introgasi memiliki makna yang berbeda, jika introgasi digunakan aparat penegak hukum untuk menemukan data lengkap dari oknum yang melanggar aturan hukum untuk selanjutnya diproses dengan penahanan, penyidangan dan penetapan sangsi hukum sesuai aturan yang berlaku, istilah identifikasi yang digunakan dalam kegiatan deradikalisasi merupakan rangkaian awal dari empat tahapan yang akan dilaksanakan yaitu identifikasi, rehabilitasi, re-edukasi dan resosialisasi.

Proses identifikasi memiliki makna yang penting bagi warga binaan yang akan mengikuti tahapan program deradikalisasi selanjutnya yang berkelanjutan, bersambung dan memberdayakan kehidupan para mantan teroris yang sedang berada dalam lembaga pemasyarakatan serta mantan napi yang telah berada di tengah masyarakat.

 

Sinergitas Pembinaan Kewirausahaan

Prinsip ‘hidup segan mati tak mau’ bukan hanya dibaca dan diucapkan dalam tulisan sastra novel yang melukiskan gambaran kehidupan sesorang yang serba susah dan dalam kondisi yang dilematis. Kondisi sulit yang dialami tidak sedikit masyarakat pada banyak tempat, segan dan enggan mereka rasakan melanjutkan kehidupan (hidup segan) karena jangankan memenuhi kebutuhan sehari hari, menikmati indahnya keramaian kota, gemerlapnya hingar bingar kehidupan modern, untuk memenuhi kebutuhan pokok sekedar untuk menyambung nyawa mereka harus mengadu nasib demi mendapatkan sesuap nasi.

Terlebih lagi belum mau mati (mati tak mau) dan tidak ada orang yang sadar, sehat dan normal memilih kematian sebagai solusi akhir masalah kehidupan, kecuali mereka yang mengalami galau berlebihan, stress, depresi dan putus harapan.

Prinsip isy qariman au mut syahidan (hidup mulia atau mati syahid) menjadi motto dari oknum yang menganggap diri jihadis yang memiliki mind-set dan pemahaman tentang jihad itu adalah holy war – perang suci, tetapi jika dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini sebagai bagian dari jihad dan perjuangan meraih ridho Tuhan, maka prinsipnya adalah hidup adalah perjuangan dan dalam setiap perjuangan tentu membutuhkan pengorbanan.

Hidup mulia menjadi impian semua manusia makhluk terbaik ciptaan Tuhan, namun cara hidup yang mulia ini terkadang mengabaikan makhluk ciptaan Tuhan lainnya dengan mudah menghalalkan darah sesama saudara sendiri. Hidup mulia kini bukan lagi yang membantai sesama manusia dengan kejam, tetapi hidup mulia dapat dirasakan bila kita mampu berbagi kepada sesama manusia, terutama bagi mereka yang mengalami nasib yang tidak pasti dan tidak memiliki pekerjaan.

Banyak mantan warga binaan pemasyarakatan yang tidak memiliki pekerjaan yang tidak pasti, tentu dengan penghasilan yang serba tidak pasti pula.

Mereka kehilangan pekerjaan, tidak dapat menghidupi diri dan keluarga mereka setelah menjalani proses hukum dalam lembaga pemasyarakatan, kepercayaan masyarakat perlahan ditata kembali agar mereka dapat memperoleh kehidupan layak dan  kehidupan yang lebih pasti.

Jika mereka berada pada kondisi kehidupan yang lebih layak, pemahaman kebangsaan dan keagamaan yang lebih moderat, tentu pengaruh dari jaringan lama dan kawan lama dalam komunitas radikal anarkis tidak dapat mengembalikannya lagi menjadi radikal anarkis bahkan menjadi seorang teroris seperti yang dialami Santoso alias Abu Warda.

Pemberdayaan ekonomi dan penanaman konsep dan praktik kewirausahaan merupakan pilihan yang sangat tepat ditawarkan kepada mereka sebagai upaya pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan mengembalikan kehidupan mereka kepada kehidupan yang lebih moderat sejahtera, aman dan damai.

Model inilah yang menjadi pilihan dan ditawarkan para mantan warga binaan pemasyarakatan kepada pemerintah, dalam hal ini direkturat deradikalisasi BNPT. Pada tahun 2015 pembinaan kewirausahaan telah diawali dengan memberikan modal dasar pengetahuan dan juga modal awal sesuai profesi dan pekerjaan yang mereka ingin kerjakan, namun berbagai kendala yang dihadapi dalam merespon kegiatan tersebut menjadikan tidak sedikit dari mereka tidak berhasil mewujudkan harapan hidup serta melanjutkan usaha mereka, tentu disadari dengan bermodalkan semangat saja tidak cukup akan tetapi harus dilengkapi dengan banyak faktor yang dapat mendukung suksesnya usaha mereka.

Belajar dari pengalaman tersebut, melalui juru bicara mereka menawarkan agar dalam pembinaan kewirausahaan tahun 2016 modelnya dirubah dari bantuan modal usaha secara perorangan menjadi bantuan modal usaha secara kolektif dan berkelompok.

Pada pelaksanaan kegiatan pembinaan kewirausahaan di wilayah Aceh tahun 2016 para warga binaan akan menyatukan modal usaha yang disiapkan dari BNPT dengan model usaha warung kopi.

Pilihan tersebut diusulkan setelah mereka mengamati laju perkembangan kafe yang sangat pesat dan ramai di wilayah mereka. Namun demikian, tentu segalanya harus diawali dengan perencanaan yang matang terkait manajemen personil, keuangan, pemasaran dan administrasi pengelolaannya yang harus terbuka transfaran bagi semua kontributor agar usaha tersebut nantinya dapat membuahkan hasil dan memberikan manfaat bagi semua yang terlibat.

Besar harapan semua pihak model usaha warung kopi yang nantinya dibuka dan dikelola oleh para mantan warga binaan pemasyarakatan membuahkan hasil dan dapat menjadi pilot projek bagi wilayah lainnya. Tidak semua wilayah harus membuat usaha yang sama, namun yang mesti sama adalah adanya semangat kebersamaan bagi mereka untuk memajukan kehidupan perekonomian diri, anak , isteri dan keluarga mereka dengan jenis usaha yang berbeda sesuai bakat dan minat yang mereka miliki serta kondisi wilayah mereka masing-masing.