Jakarta – Beberapa pengamat menilai program deradikalisasi untuk narapidana terorisme (napiter) setelah terjadinya aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Bandung, Rabu (7/12/2022). Buktinya, pelakunya, Agus Sujatno alias Agus Muslim merupakan eks napiter yang pernah menghuni Lapas Pasir Putih, Nusakambangan.
Menanggapi penilaian ini, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, mengatakan bahwa pertama perlu dipahami pertama bahwa deradikalisasi merupakan proses panjang dari upaya memoderasi pemikiran radikal yang dimiliki seseorang.
“Deradikalisasi bukan proses instan. Artinya, napiter keluar penjara karena masa tahanan sudah selesai bukan berarti ia telah selesai menjalani deradikalisasi. Deradikalisasi menyangkut perubahan pola pikir dan ideologi yang memang susah ditebak dan selalu berubah,” ujar Nurwakhid.
Bahkan, lanjut Nurwakhid, dalam kasus tertentu napiter bisa saja berpura-pura (taqiyah) kembali ke NKRI, tetapi dalam hati dan pikirannya masih radikal. Karena itulah, pendampingan terus dilakukan oleh BNPT tetapi upaya pencegahan juga membutuhkan seluruh pihak termasuk masyarakat.
”Lalu kedua, satu kasus terorisme yang dilakukan oleh eks napiter bukan berarti kegagalan total deradikalisasi karena banyak contoh kesuksesan deradikalisasi lain yang dapat mengembalikan narapidana ke jalan yang moderat,” jelasnya.
Menurutnya, pembinaan deradikalisasi dilakukan secara berkelanjutan dari dalam penjara hingga kembali kepada masyarakat juga mendapatkan pembinaan. Napiter yang sudah mendapatkan pembebasan juga mendapatkan pendampingan deradikalisasi. Pembinaan dilakulan dalam tiga aspek wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan moderat dan kewirausahaan.
Selain itu, program deradikalisasi tidak tergantung pada masa tahanan seorang narapidana. Artinya, bisa saja seorang narapidana sudah mendapat kebebasan, sementara program deradikalisasinya belum selesai.
Ia menjelaskan bahwa lama jangka waktu deradikalisasi tidak tergantung pada masa tahanan seseorang. Sehingga layak kembali kepada masyarakat seorang napiter bukan ditentukan oleh program deradikalisasi tetapi pada masa tahanan. Sehingga kadang seorang nanpiter belum selesai menjalani program deradikalisasi masih dalam tingkat yang masih merah (radikal) dapat keluar karena selesainya masa tahanan.
“Bahkan ada pula kasus napiter yang tidak mau dan menolak program deradikalisasi. Masing-masing individu berbeda dalam menjalani program deradikalisasi tergantung pada tingkat radikalisasi yang dimilikinya,” terang Nurwakhid.
Pun ketika sudah kembali ke masyarakat, seorang eks napiter akan terus dipantau, didampingi, dibina dalam waktu yang sangat panjang sehingga mereka menjadi bagian dari mitra BNPT setelah selesai dan diyakinkan telah berhasil menjalani deradikalisasi di tengah masyarakat.
“Itu pun kalau mereka mau melanjutkan program deradikalisasi setela keluar dari tahanan,” pungkas Nurwakhid.