Deputi III BNPT: Foreign Terrorist Fighters Jangan Diabaikan

Jakarta – Ancaman terorisme di Indonesia tidak hanya berasal dari teroris lokal, tapi lebih bahaya lagi dari Foreign Terrorist Fighters (FTF) atau orang asing yang melakukan aksi terorisme di Indonesia. Contohnya adalah duo Malaysia, Dr Azahari dan Noordin M Top.

“Sejauh ini kita belum selesai dalam mencegah terorisme. Selama 16 tahun kita dipaksa harus melakukan upaya-upaya pencegahan. Salah satunya dari aksi dua teroris asal Malaysia tersebut. Khusus untuk FTF ini, harus ada antisipasi khusus sehingga BNPT perlu melakukan kerjasama dengan negara-negara lain untuk mencegahnya,” kata Deputi III Bidang Luar Negeri BPNT Irjen Pol Petrus Golose saat memberikan paparan pada Rakor Program Deradikalisasi BNPT Tahun 2016 di Hotel Golden Boutique, Jakarta, Kamis (18/2/2016).

Menurut Petrus, ancaman FTF ini banyak datang dari Checnya, Afganistan, Irak, Suriah, dan Afrika. Bahkan saat ini, Indonesia telah jelas-jelas menjadi sasaran para FTF, khususnya dari Uighur, Cina. Saat ini sudah banyak FTF dari Uighur sudah berhasil menyeberang ke Indonesia dan bergabung dengan Kelompok Santoso di Palu.

“Salah satu dari FTF Uighur adalah tersangka yang diringkus Densus 88 di Harapan Indah, Bekasi, yang merupakan rangkaian dari Bom Thamrin,” imbuh Petrus.

Saat ini, lanjut Petrus, harus diwaspadai beberapa kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS seperti Jamaah Asyarut Daulah yang kemarin bermain di Bom Thamrin. Mereka memang lokal, tapi sudah dibekali teori dari FTF. Aksi mereka seperti Bom Thamrin tidak besar, tapi impact-nya internasional. Juga adanya perintah Abubakar Baasyir yang meminta pengikutnya yang tidak mampu berjihad ke Suriah, agar bergabung dengan kelompok Santoso di Poso.

Selain itu, kembalinya WNI dari Timur Tengah juga harus mendapat perhatian serius. Menurutnya, penanganan WNI dari Timur Tengah, khususnya yang pulang dari ISIS harus lebih ketat dan super selektif. Pasalnya mereka akan sangat berbahaya bila sampai lepas ke masyarakat dan tidak terdeteksi keberadaannya. Ia mengakui kurangnya perangkat UU Terorisme untuk menjerat para WNI itu membuat upaya pencegahan menjadi agak susah.

“Tapi itu jangan menyurutkan kita. Berbagai upaya pencegahan tetap harus kita lakukan demi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan aksi terorisme di Indonesia,” tandas Petrus.