Jakarta – Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir kembali membuka kegiatan acara Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Database Sistem Keamanan Lingkungan Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK/Sekolah Internasional) dan Objek Vital Instalasi Kilang Minyak Lepas Pantai (Platform) dalam menghadapi ancaman terorisme.
Sebagai lanjutan kegiatan FGD sebelumnya, Deputi I berharap dari database yang terkumpul baik dari dua bidang yakni objek kilang minyak dan sekolah internasional ini bisa terkumpul dan bagus maka di FGD II ini tinggal memilah menyimpulkan saja yang mana yang akan dipakai untuk menyusun draf System Operational Procedure (SOP).
“Dari dua bidang yang sudah didapatkan ini pasti sudah bisa ditentukan yang kira-kira sistem keamanannya lebih bagus dibandingkan dengan yang lain pasti sudah bisa disusun,” ujar Deputi I dalam sambutannya saat membuka kegiatan tersebut di Hotel Treva, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Jika dari database yang sudah terkumpul itu dirasa belum ditemukan sistem keamanan yang tepat, Deputi I menyarankan agar database yang sudah didapat dari dua bidang baik dari masing-masing kilang minyak dan SPK tersebut bisa di kombinasikan bersama untuk diambil yang terbaik.
“Karena memang sistem keamanan sampai saat ini belum ada yang baku, masih bervariasi dan macam-macam sesuai versi masing-masing yang melihat dari sudut pandang dan kepentingannya masing-masing juga,” ujar Deputi I.
Pria yang dalam karir militernya dibesarkan di Korps ‘Baret Merah’, Kopassus ini memberikan contoh seperti wilayah dari masing-masing bidang tersebut. Dimana di wilayahnya saja itu sendiri akan menentukan sistem keamanannya.
“Kalau di wilayah sekolah ini misalnya ternyata bersandar di wilayah yang nyata-nyata aman maka dia akan menghadapi satu yang dari depan saja. Tapi kalau lingkungan sekolah mereka berada di tengah-tengah dan orang bisa masuk dari segala arah pasti sistem keamanannya berbeda lagi,” ujar pria lulusan Akmil tahun 1984 ini mencontohkan.
Selain itu pria yang pernah menjabat sebagai Komandan Satuan 81/Penanggulangan Teror Kopassus dan Danrem 074/Wirastratama di Solo ini juga mengatakan bahwa dalam menerapkan SOP keamanan juga bisa mencontoh dari negara lain yang sudah menerapkan sistem keamanan yang lengkap seperti Inggris.
“Bukan berarti kita berkiblat ke Inggris, tetapi dulu yang paling banyak ancaman teroris itu di Inggris, sehingga SOP keamanan yang mereka buat sudah sangat lengkap. Mungkin kita bisa ambil beberapa poin yang bagus yang tentunya sangat cocok untuk diterapkan di negara kita dan sesuai dengan aturan yang ada di negara kita,” pria yang pernah menjabat Sekretaris Utama (Sestama) dan Direktur Perlindungan BNPT ini.
Pria asli Makassar ini menjelaskan bahwa setelah dari kegiatan ini langsung menyusun draf SOP. Lalu dari draft SOP ini diharapkan bisa menjawab semua kemungkinan pertanyaan-pertanyaan yang kemungkinan terjadi. Seperti menentukan siapa yang bertanggung jawab di masing-masing bidang tersebut kalau terjadi aksi teror.
“Jadi siapa berbuat apa nantinya harus jelas. Kalau di kilang minyak akan ditentukan siapa orang yang paling bertanggung jawab di kilang minyak itu. Demikian juga di sekolah-sekolah. Entah itu nanti kepala security atau kepala sekolahnya termasuk orang keduanya yang ditunjuk. Inilah orang yang mengambil keputusan kalau terjadi aksi teror di tempat itu dan selanjutnya merekalah yang akan berkomunikasi dengan aparat keamanan baik dari Kepolisian ataupun kepada BNPT kalau itu kasusnya terorisme,” ujarnya menjelaskan.
Karena Deputi I membayangkan bahwa jika terjadi ancaman teror, bukan tidak mungkin semua orang yang ada di wilayah tersebut akan panik. Dirinya kembali memberikan contoh seperti keadian teror di Jl, Thamrin Jakarta beberapa waktu lalu.
“Setelah dari Sarinah dibawa ke Pos Polisi lalu ke Starbuck. Sudah pindah gedung, siapa yang bertanggung jawab untuk melaporkan jadi tidak jelas karena semua panik, Untung kejadiannya berada di Ibukota sehingga aparat cepat bertindak. Kalau kejadiannya di daerah lain pasti akan panik semuanya. Padahal kalau sesuia SOP keamanan yang ada selama ini ya dari manajemen gedung yang bertindak. Itu kalau sudah terjadi ledakan,” ujarnya memberikan contoh.
Namun kalau masih bersifat ancaman, maka berfungsilah dari SOP yang dibuat ini nanti dari orang yang tertua/tertinggi jabatannya atau sesuai yang ditunjuk untuk bertanggung jawab untuk mengurusi masalah keamanan jika terjadi suatu ancaman teror.
“Karena kalau tidak ada yang ditunjuk maka bukan tidak mungkin nantinya akan saling lempar siapa yang harusnya menghubungi aparat keamanan. Jadi kuncinya disitu nanti harus dijelaskan saat draft tersebut sudah jadi untuk disosilaisasi kan,” katanya.
Untuk itu pada sosialisasi nanti semua steakholder akan kita undang untuk sekaligus memberikan masukan agar SOP yang dibuat itu nanti. “Ini agar juga dapat menguntungkan terhadap sistem keamanan yang kita inginkan agar SOP tersebut nantinya bisa menghasilkan sistem terbaik dalam melindungi instalasi kilang minyak dan sekolah internasional dari ancaman terorisme,” ujarnya mengakhiri.