Jakarta – Sebanyak 108 napi teroris (napiter) di Jawa Barat masih bertahan dengan paham radikal dan hanya 43 orang yang sudah berikrar sumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Densus 88 Antiteror Polri melihat napiter yang masih berpaham radikal itu sebagai tantangan dalam program deradikalisasi.
“Pembinaan dalam rangka deradikalisasi terus dilakukan oleh Densus 88. Kegiatannya meningkat dari tahun ke tahun dan semakin banyak stakeholder dan masyarakat terlibat secara kolaboratif bersama Densus 88 maupun secara mandiri. Oleh karena itu, adanya napiter yang masih bertahan dengan paham radikalnya menjadi tantangan untuk kita,” kata juru bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar dalam keterangannya, Rabu (15/2/2023).
Aswin mengatakan program deradikalisasi dilakukan untuk meminimalkan paham radikal yang dimiliki para napiter. Dia menyebutkan napiter yang masuk kategori ideolog dan militan membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa menghapuskan paham radikal tersebut.
“Program deradikalisasi yang dimaksud adalah sesuai dengan program Densus 88, BNPT dan lapas Ditjenpas Kemenkumham di mana seluruh napiter wajib mengikuti program deradikalisasi. Densus 88 dalam melaksanakan giat deradikalisasi berupaya menggalang dan meminimalisir pandangan dan pemahaman radikal dan intoleran yang dimiliki oleh para napiter,” ujar Aswin.
“Dalam pelaksanaannya di lapangan bahwa para napiter ini dibagi atas beberapa klasifikasi, yakni yang berstatus ideolog, militan dan simpatisan. Tentunya bagi napiter yang masih tergolong klasifikasi ideolog dan militan perlu waktu yang cukup lama,” imbuhnya.
Dia mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan efektifitas program deradikalisasi agar napiter yang masih berpaham radikal dapat berikrar kembali setia pada NKRI. Dia menuturkan kegiatan pembinaan dalam program deradikalisasi dilakukan pasca penangkapan hingga selesai menjalani hukuman.
“Sebagai catatan, kegiatan deradikalisasi tidak hanya dilakukan di dalam lapas, namun demikian dari hulu ke hilir. Dimulai pasca penangkapan sampai dengan para napiter berstatus mantan napiter (telah menjalani hukuman). Mudah-mudahan dengan program yang sangat efektif ini, napiter yang masih radikal tersebut akan semakin banyak yang berikrar kembali setia pada NKRI,” tuturnya.
Dia mengatakan melakukan pembinaan atau menyadarkan napi terorisme tidak mudah karena mengubah pemahaman atau keyakinan seseorang membutuhkan langkah-langkah yang bertahap.
“Memang tidak mudah membina napi terorisme, kita tahu bahwa mereka memiliki paham yang berbeda. Menurut mereka itu (paham radikal) adalah yang terbaik. Maka perlu diluruskan, kita beri pembinaan dan pemahaman bersama instansi terkait. Makanya kita apresiasi kinerja Lapas Tasik atas ikrar sumpah setia kepada NKRI yang dilakukan 2 napi terorisme ini,” kata Gunawan.