Abu Bakr al-Baghdadi

Dengan Teknologi DNA Canggih, AS Cepat Kenali Jasad Abu Bakr al-Baghdadi

Washington – Pasukan khusus Amerika Serikat (AS) berhasil memojokkan pemimpin teroris Islamic State (ISIS), Abu Bakr al-Baghdadi pada sebuah fasilitas persembunyiannya di Barisha, Idlib, Suriah, Minggu, (27/10) lalu.

Buron teroris paling dicari itu kemudian bunuh diri menggunakan rompi bom yang dia kenakan hingga jasadnya dilaporkan terbagi menjadi beberapa bagian, sekaligus menewaskan anggota keluarga yang berada di dekatnya.

Meskipun termutilasi oleh ledakan, Gedung Putih mengumumkan bahwa pasukan komando Amerika dengan cepat mengonfirmasi identitas Baghdadi dengan menggabungkan teknologi pengenalan wajah dan analisis DNA canggih, demikian seperti diwartakan outlet media AS The Daily Beast, Selasa (29/10).

Analisis forensik yang hampir instan tampaknya merupakan demonstrasi dramatis dari kemampuan baru Komando Operasi Khusus AS (USSOCOM), yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dari serangan komando yang menewaskan pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden di Pakistan pada tahun 2011.

Yang paling penting, pembaca DNA baru, yang lebih kecil dan lebih cepat serta mudah dibawa oleh unit pasukan khusus dalam pertempuran, adalah salah satu teknologi teranyar yang dimiliki oleh AS untuk mengidentifikasi target bernilai tinggi (high value target).

Bertindak berdasarkan intelijen baru mengenai keberadaan Baghdadi, pasukan AS yang bermarkas di Irak utara bergabung dalam helikopter dan, seperti yang diumumkan Presiden Trump, terbang “sangat, sangat rendah dan sangat, sangat cepat” ke Idlib di Suriah barat.

Ketika orang Amerika menyerbu kompleks persembunyian Abu Bakr al-Baghdadi, membunuh apa yang digambarkan Trump sebagai “sejumlah” pejuang ISIS, Baghdadi sendiri melarikan diri ke sebuah terowongan dengan tiga anaknya. “Dia mencapai ujung terowongan, ketika anjing-anjing kami mengejarnya,” kata Trump dalam konferensi pers pada Minggu 27 Oktober pagi waktu AS.

“Dia menyalakan rompinya, bunuh diri dan (turut membunuh) ketiga anaknya,” lanjut Trump.

“Tubuhnya termutilasi oleh ledakan. Terowongan itu telah runtuh. Tetapi hasil tes memberikan identifikasi langsung dan benar-benar positif. Itu dia.”

Kepala Baghdadi dilaporkan tetap utuh setelah ledakan. Menggunakan pemindai pengenal wajah biometrik, pasukan Amerika “segera mengidentifikasi” Baghdadi, Fox News melaporkan.

Jika pasukan komando AS memang cepat mengkonfirmasi identitas Baghdadi melalui DNA-nya, itu karena mereka sudah memiliki sampel jaringan pemimpin ISIS.

Mengutip seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya, The Washington Post melaporkan bahwa pasukan khusus dapat memperoleh DNA yang mereka butuhkan untuk mengidentifikasi Abu Bakr al-Baghdadi secara sukarela dari salah satu putrinya.

USSOCOM belum menanggapi permintaan komentar dari the Daily Beast.

Sejak masa-masa awal perang di Afghanistan dan Irak, pasukan AS telah membangun basis data besar wajah-wajah, pola iris, dan sidik jari para tersangka teror, dan menggunakan serangkaian pemindai genggam yang terus berkembang, untuk mencocokkan para tahanan dengan profil para tersangka.

Baru-baru ini, Angkatan Darat AS mulai mempelajari cara mengumpulkan “voiceprints atau sidik suara” untuk mengidentifikasi para teroris dengan suara mereka.

Pasukan komando AS dalam serangan Baghdadi tidak hanya mengandalkan identifikasi biometrik ini untuk mengonfirmasi identitas target. Gedung Putih dalam sebuah pernyataan mengatakan, “kombinasi bukti visual dan tes DNA membenarkan identitas Baghdadi.”

Sampai baru-baru ini, tes DNA konklusif dapat memakan waktu berminggu-minggu karena analis di laboratorium melarutkan sampel organik dalam bahan kimia pereaksi khusus, menyaring bahan limbah untuk mengisolasi DNA, kemudian menyalin untaian untuk menghasilkan garis dasar yang mudah dibaca.

Kementerian Pertahanan AS telah bekerja keras dalam beberapa tahun terakhir untuk mempercepat pemrosesan DNA, khususnya untuk dengan cepat mengidentifikasi para pemimpin teror yang mungkin tidak selamat dari serangan komando yang kejam dan cepat.

Tak lama setelah pasukan khusus AS Navy SEAL membunuh bin Laden di Abbottabad, Pakistan, pada Mei 2011, para pejabat Amerika menyerahkan sampel sisa-sisa pemimpin teror itu ke laboratorium DNA militer AS di Afghanistan, The Washington Post melaporkan. Di sana, spesialis militer mengonfirmasi identitas bin Laden. Peluang kesalahan adalah “sekitar satu dari 11,8 kuadriliun,” kata seorang pejabat intelijen kepada surat kabar itu.