YOGYAKARTA — Yogyakarta menjadi tuan rumah pertemuan perdana pembentukan jaringan ASEAN untuk perlindungan saksi dan korban kejahatan terorganisir lintas negara, yang berlangsung selama tiga hari mulai Senin (24/8).
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, pertemuan di Yogyakarta merupakan kelanjutan dari pertemuan di Bali tahun 2014 lalu.
Deklarasi Kuta yang dihasilkan waktu itu antara lain merekomendasikan pentingnya dibentuk jaringan kerjasama perlindungan saksi dan korban kejahatan transnasional intra ASEAN, akibat banyaknya kasus-kasus kejahatan transnasional.
“Sehingga tidak cukup penanganannya dilakukan oleh satu negara saja tetapi dilakukan antar negara agar penanganannya lebih baik dan lebih efektif. Ada hubungan kerjasama yang lebih baik antar negara ASEAN khususnya dalam membangun standar-standar yang hukum atau kerangka hukum dalam hal perlindungan saksi dan korban,” ujarnya.
Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN di Kementerian Luar Negeri, I Gusti Agung Wesaka Puja mengatakan, pertemuan jaringan ASEAN tersebut sekaligus sebagai langkah untuk membangun standar hukum dan HAM yang sama diantara negara-negara ASEAN. Di lingkungan ASEAN belum semua negara memiliki lembaga independen perlindungan saksi dan korban kejahatan seperti LPSK, ujarnya.
“Jika negara-negara ASEAN sudah memiliki standar (hukum) yang sama, diharapkan kita bisa bergerak bersama-sama seluruh negara ASEAN untuk memberikan komitmen yang lebih kuat dan lebih kokoh yuntuk memberikan perlindungan kepada saksi dan korban,” tambahnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengirimkan sambutan tertulis yang disampaikan Kepala Penelitian dan Pengembangan HAM (Kementerian Hukum dan HAM) Ambeg Paramarta.
Yasonna mengatakan Indonesia sendiri telah memiliki regulasi perlindungan saksi kunci dan korban kejahatan sebagai respons atas meningkatnya kejahatan serius dewasa ini.
“Salah satu alasan diberlakukannya perundangan tersebut adalah karena kebutuhan mendesak untuk memberikan perlindungan kepada saksi kunci maupun korban kejahatan serius seperti pelanggaran HAM berat, korupsi, terorisme, penyelundupan manusia dan kejahatan seksual,” ujarnya.
Salah satu kasus kejahatan lintas negara ASEAN adalah perbudakan dan perdagangan manusia di kawasan Benjina, Kepulauan Aru di Maluku terhadap para nelayan asal Myanmar oleh perusahaan dari Thailand yang terbongkar awal tahun ini. Menurut rencana, persidangan akan dilakukan di Maluku akhir tahun ini.
Pertemuan pembentukan jaringan kerjasama ASEAN untuk perlindungan saksi dan korban kejahatan lintas negara membahas tiga topik yaitu perdagangan manusia, penyusunan kerangka acuan dibentuknya jaringan ASEAN untuk perlindungan saksi dan korban kejahatan, serta rencana kerja dua tahunan jaringan ASEAN tersebut.
Sumber: voaindonesia.com