Definisi Terorisme Disepakati, Hari Ini RUU Antiterorisme Disahkan

Jakarta – Hari ini, Jumat (25/5/2018), Revisi Undang-Undang (RUU) Antiterorisme akan disahkan menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan setelah pemerintah dan DPR menyepakati definisi terorisme yang selama ini menjadi pembahasan sengit.

Kesepakatan itu terjadi pada rapat kerja pembahasan RUU Antiterorisme, Kamis kemarin. Seluruh fraksi di DPR bersama pemerintah telah menetapkan definisi terorisme yang selama ini menjadi perdebatan dalam pembahasan. Sepuluh fraksi satu suara dengan memilih definisi terorisme alternatif kedua. Pun sikap pemerintah yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga sama.

Setelah disepakati, RUU Antiterorisme akan disampaikan dalam pembahasan tahap II Sidang Paripurna DPR untuk disahkan pada hari ini.

“Menyetujui RUU Antiterorisme disahkan untuk menjadi undang-undang yang akan disampaikan dalam pembahasan tahap II di sidang paripurna,” ujar Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafi’i saat memimpin rapat kerja di Gedung Nusantara II, DPR RI, kemarin.

Definisi terorisme yang disepakati adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan dalam definisi merupakan unsur pembeda. Dengan demikian, aparat penegak hukum bisa membedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana terorisme.

“Terkait definisi, diperlukan adanya definisi agar memiliki pembeda yang jelas antara terorisme dengan pidana umum. Kami merasa perlu menambahkan frasa dalam definisi terorisme,” kata Arsul dikutip dari kompas.com.

Pada kesempatan yang sama, anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi Gerindra Wenny Warouw menilai definisi harus dibuat lebih jelas agar aparat penegak hukum dapat lebih hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai teroris. Ia berharap dengan kesamaan definisi itu, tidak ada lagi korban yang salah tangkap.

“Ini menjadi pembeda antara tindak pidana biasa dan terorisme. Kami berharap tidak ada lagi korban yag salah tangkap. Kami setuju rancangan UU ini disahkan di rapat paripurna DPR RI,” tuturnya.

Sementara itu, tiga fraksi yang tak sepakat dengan adanya frasa motif politik, idelogi dan gangguan keamanan pada rapat Tim Perumus, akhirnya berubah sikap dan memilih alternatif II. Ketiga fraksi tersebut adalah Fraksi PDI-P, F-PKB, dan Fraksi Partai Golkar.

“Ini adalah bentuk musyawarah dan mufakat, wujud kepentingan masyarakat, maka pendapat akhir mini fraksi PKB disetujui dan menyetujui untuk dibahas di tingkat berikutnya,” ucap anggota Pansus Antiterorisme dari Fraksi PKB Mohammad Toha.

Dalam rapat tersebut hadir pula Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, Irwasum Polri Komjen Putut Eko Bayuseno dan Ketua Tim Panja Pemerintah Enny Nurbaningsih.