Darurat Vaksinasi Ideologi untuk Membentengi Masyarakat dari Narasi Intoleransi dan Provokasi

Banjarbaru – Beberapa hari ini, ruang publik digital kita heboh oleh sederet peristiwa memilukan. Kekerasan dijustifikasi seolah benar dengan mengeksploitasi ajaran agama. Ketika provokasi mudah berkembang dan praktek intoleransi semakin subur, karakter sebagai bangsa Indonesia yang berbudi luhur bisa dipastikan akan semakin luntur.

Kekhawatiran serupa juga turut diungkapkan oleh Ketua Ikatan Kekeluargaan Antar Suku Bangsa (IKASBA) Kalimantan Selatan, Drs. Aliansyah Mahadi, M.A.P. Dirinya menilai kondisi terkini di ruang publik semakin mengkhawatirkan dan justru menambah urgensi dilakukannya percepatan vaknisasi ideologi guna membentengi masyarakat agar tidak mudah tersulut provokasi, bertindak intoleran dan menempuh kekerasan sebagai jalan akhir.

“Tentunya vaksinasi ideologi itu adalah suatu kewajiban dan keharusan untuk saat ini. Jadi 5 vaksin ideologi seperti yang dikampanyekan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) itu harus dikembangkan dalam praktek, jangan hanya dalam pengertian saja. Dan saya pikir semua lapisan perlu mendapatkan prioritas untuk vaksinasi Ideologi itu,” ujar Drs. Aliansyah Mahadi, di Banjarbaru, Rabu (1/3/2023).

Sebagaimana yang dikampanyekan oleh BNPT terkait 5 vaksinasi ideologi yang perlu digalakkkan diantaranya, pertama yakni transformasi wawasan kebangsaan, kedua yaitu revitalisasi nilai-nilai Pancasila, ketiga adalah transformasi moderasi beragama, keempat yaitu transformasi akar kebudayaan bangsa dan vaksin yang kelima adalah transformasi pembangunan kesejahteraan.

“Sebenarnya transformasi-transformasi seperti apa yang disampaikan oleh Kepala BNPT beberapa waktu lalu sangat benar. Artinya secara pelan-pelan kita perlu untuk melakukan perubahan,” ujar Aliansyah.

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Didit ini menilai, kondisi sosial masyarakat terkini yang  kerap menjadikan kekerasan seolah menjadi karakter dalam menyelesaikan masalah ini dipengaruhi oleh terbatasnya ilmu yang dimilik. Selaini itu minimnya pengalaman dan pengetahuan masyarakat atas beberapa isu yang bergulir termasuk isu agama yang sengaja didompleng oleh oknum dalam suatu konflik juga menjadi masalah.

“Karena agama itu benar dan bersifat komprehensif, rahmat bagi semua dan semesta alam. Selain itu Agama juga sangat menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan serta menjadi penyejuk bangsa dan negara. Sehingga agama ini sebenarnya adalah kunci utama bahwa agama itu sejatinya memang dapat menyelesaikan konflik, bukan jadi konflik,” jelasnya.

Padahal sejatinya bangsa Indonesia sejak lama memiliki karakter masyarakat yang santun, beradab, berbudaya dan sangat toleran. Sehingga sangat disayangkan jika kultur masyarakat yang demikian harus luntur tergerus pengaruh kepentingan sebagian kelompok yang ingin memecah belah bangsa.

“Sekarang ini karena mungkin masih ada kepentingan kelompok, berpikir mikro dan masih berpikir tentang kelompoknya dan mereka tidak berpikir secara makro atau terhadap masalah nasional,” tutur pria yang juga merupakan tenaga ahli anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini.

Oleh karena itu, Didit berharap pemerintah mampu melakukan pemerataan vaksinasi ideologi yang juga didukung oleh segenap tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan termasuk komponen dan lembaga pemerintah.

“Tentunya dengan memberikan narasi sederhana atau mencontohkan atau memberi keteladanan terhadap hal-hal yang baik,  lalu juga memberikan masukan, lalu juga banyak memberikan solusi terhadap suatu permasalahan bangsa. Sehingga vaksinasi ini harus dilakukan secara operasional dan bukan sekedar bentuk narasi-narasi saja apa ada aktualisasi di lapangan,” jelasnya.

Bahkan Didit juga mendukung penuh agar pemerataan percepatan vaksinasi ideologi dapat dilakukan, sebagaimana hal ini juga telah menjadi perhatian dari IKASBA sendiri sejak lama. Didit optimis, upaya yang demikian akan mampu mengembalikan serta menumbuhkan kembali karakter bangsa yang berbudi luhur.

“Tentunya kami sangat optimis bangsa ini akan lebih baik kedepannya kalau itu bisa diterapkan bukan sekedar jargon. Kalau yang sudah terlanjur salah itu ya mungkin ya harus kita perbaiki. Artinya kita harus benar-benar menyampaikan, tidak bertele-tele dan tidak rumit serta ada contoh yang tentunya,” kata Didit mengakhiri.