Manado- Kejahatan terorisme merupakan tindakan kriminal yang tidak mengenal batas negara. Kerentanan perbatasan negara menjadi celah mudah bagi keluar masuknya jaringan terorisme ke tanah air. Salah satu perbatasan yang rentan adalah selat antara Filipina dan Sulawesi Utara.
Danrem 131/Santiago, Brigjen TNI Sulaiman Agusto dalam sambutannya menyambut kedatangan Tim dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sedang melakukan kajian pemetaan ancaman terorisme di Wilayah Perbatasan, di Manado (30/05/2015), menegaskan perlunya pengawasan yang ketat di wilayah perbatasan dalam menghadapi ancaman terorisme.
Menurutnya, di Wilayah Sulawesi Utara terdapat beberapa pulau terdepan yang berbatasan dengan negara Filipina. Ada tiga Kabupaten dan 7 pulau terdepan yang berbatasan dengan negara tetangga. Sampai saat ini hanya ada tiga pulau yang dijaga oleh Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Pulau Terluar yakni, Pulau Miangas, Pulau Marero dan Pulau Marampit. Dari ketiga pulau tersebut aktifitas arus lintas orang dan barang yang paling padat adalah pulau Marore.
Hal yang sama sebagaimana ditegaskan oleh Dandim 1301/Sangihe-Talaud, Letkol Kav. Sumantri Harsono, perbatasan di antara Pulau Morero dengan Negara Filipina masih sangat rawan. Kejahatan selama ini yang menonjol masih seputar pencurian ikan dan penyelundupan minuman keras. Tetapi bukan tidak mungkin tidak terdeteksi arus infiltrasi orang dari jaringan terorisme.
“Di sekitar Pulau Marore ada beberapa pulau kecil yang dijadikan jalur keluar masuknya orang tanpa perlu melapor ke Border Cross Area (BCA) di Marore. Banyak sekali orang yang masuk tanpa melapor dan langsung ke Sangihe” ungkapnya.
Sementara itu di Sangihe, Menurut Harsono, banyak sekali pelabuhan kecil atau jalur tikus yang tidak terjaga. Sepanjang tepian pantai yang tidak terjal merupakan pelabuhan yang dapat dijadikan tempat masuk orang. Karena itulah, bukan tidak mungkin tanpa deteksi dan sepengetahuan aparat ada beberapa dari jaringan kelompok teroris bisa keluar masuk dengan pola perlintasan seperti itu.
Kurangnya personel Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Pulau Terluar menjadi persoalan tersendiri. Selain itu, minimnya sarana dalam patrol juga menjadi celah kelemahan pengawasan di wilayah perlintasan yang rawan.
Menurut Harsono, Satgas Pam di perbatasan hanya ada 10 orang, bahkan di Pulau Marero hanya 5 orang dan ditambah dengan gabungan dari Angkatan laut. Setiap tiga hari sekali personel pengamanan harus melakukan patroli dengan sarana seadanya, bahkan kadang meminjam perahu dari nelayan.
Demikian beberapa temuan awal dalam kegiatan Kajian Pemetaan Kerentanan Perbatasan dari Ancaman Perbatasan. Pada kegiatan berikutnya, selasa, (31/05/2016) Tim dari BNPT akan melintas ke Pulau Sangihe untuk mendapatkan informasi langsung dari beberapa instansi terkait.