Dalam RUU Terorisme, TNI Jadi Kekuatan Kedua

Jakarta – Anggota Panitia Kerja (Panja) DPR RI yang menangani Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme, Risa Mariska mengatakan, pelibatan TNI sebagai kekuatan kedua penanganan terorisme bukan merupakan sikap anti TNI. Namun, pada rapat yang dilakukan Panja RUU DPR yang membahasa RUU Terorisme, masih dibahas masalah diksi kata yang akan dipakai antara TNI ‘dilibatkan’ atau ‘diperbantukan’.

“Masalah diksi kata yang akan dipakai dalam RUU Terorisme untuk TNI itu masih berlanjut. Anggota Panja masih berkutat dengan kata ‘dilibatkan’ atau ‘diperbantukan’ itu. Yang pasti, TNI memang jadi kekuatan kedua setelah Polri dalam penanganan terorisme, tetapi bukan kita anti TNI ya,” kata Risa Mariska kepada wartawan di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/10/2017).

Menurutnya, diksi kata ‘diperbantukan’ dalam suatu aturan terorisme ini akan membangun pandangan TNI didiskreditkan dan hanya menunggu kapan Polri tidak mampu dan perlu dibantu oleh TNI. “Masalah pelibatan TNI ini yang kita harus selesaikan, tetapi memang dalam aturan TNI juga tertera bahwa TNI boleh terlibat dalam operasi selain perang,” jelasnya.

Dia menambahkan, sampai saat ini Pansus RUU Terorisme sudah menyepakati bahwa penanganan utama terorisme adalah Polri. Jika ada kondisi yang mengancam ketahanan nasional, maka TNI harus langsung terlibat. “Penanganan utama terorisme tetap Polri, tetapi dalam kondisi mendesak kita libatkan TNI,” pungkas politisi asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.