Washington DC – Tuduhan intelijen Amerika Serikat (AS) bahwa Rusia membayar militan Taliban di Afghanistan untuk membunuh tentara AS terus menggelinding. Kali ini, CIA mengungkapkan fakta-fakta terkait tuduhan itu.
Hal itu dikatakan Direktur CIA Gina Haspel saat memberi pengarahan kepada Kongres Amerika Serikat (AS) tentang apa yang diketahui dan tak diketahui soal dugaan tersebut. Sebelumnya, Haspel dan Direktur Badan Keamanan Nasional (NSA) Paul Nakasone telah bertemu dengan para petinggi Kongres yang dikenal sebagai “Gang of Eight”.
Pertemuan itu adalah kesempatan pertama bagi para anggota Parlemen untuk mendengar langsung dari pejabat top intelijen tentang laporan bahwa Rusia menawarkan hadiah kepada militan Taliban untuk menargetkan dan membunuh para tentara AS dan sekutu.
Menurut laporan Voice of America, Jumat (3/7/2020), pengarahan tentang laporan itu dipimpin oleh Direktur Intelijen Nasional John Ratcliffe, mantan anggota Parlemen AS yang dilantik sebulan lalu, bersama dengan penasihat keamanan nasional Robert O’Brien dan Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows.
Ketiganya telah berulang kali mengatakan kepada anggota Parlemen bahwa informasi tentang dugaan program hadiah Rusia itu tidak dapat dikonfirmasi. Mereka membela keputusan intelijen untuk tidak membawa informasi yang tak terkonfirmasi itu ke Presiden Donald Trump.
“Orang yang memutuskan sejak awal apakah presiden harus diberitahu tentang hal ini di Oval Office, dalam briefing intelijen Oval Office, adalah pegawai negeri sipil karier senior. Dan dia membuat keputusan itu karena dia tidak memiliki kepercayaan pada (informasi) intelijen yang keluar,” kata O’Brien kepada wartawan.
O’Brien juga mengatakan Gedung Putih sedang mengerjakan tanggapan potensial terhadap Rusia jika informasi intelijen tambahan memberikan kredibilitas pada laporan awal.
“Ini adalah tuduhan penting bahwa, jika diverifikasi, saya dapat menjamin Anda bahwa presiden akan mengambil tindakan tegas. Kami telah bekerja selama beberapa bulan pada opsi.”
Tetapi pejabat lain, ketika ditekan, menolak untuk menjelaskan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Saya tidak akan mendahului presiden dalam aksi. Saya juga tidak akan mendahului intelijen,” kata juru bicara Gedung Putih Kayleigh McEnany.
Trump sendiri pada hari Rabu terus menolak dugaan Rusia membayar para militan Afganistan untuk membubuh para tentara AS dan sekutu sebagai hoaks. Dia menegaskan hal itu pertama di Twitter dan kemudian diulangi selama wawancara dengan Fox Business News.
Namun, laporan media baru menantang pernyataan itu. Kantor berita Reuters, mengutip empat sumber pemerintah AS dan pemerintah Eropa, melaporkan pada hari Rabu bahwa AS telah memperoleh informasi intelijen baru dalam beberapa pekan terakhir yang memberikan kredibilitas pada klaim bahwa Rusia menawarkan hadiah kepada gerilyawan yang terkait dengan Taliban untuk menyerang pasukan AS dan koalisi.
Pejabat saat ini dan mantan pejabat Taliban juga mengklaim bahwa program hadiah dari Rusia itu nyata.
“Komandan individu telah menerima uang dan senjata dari intelijen Rusia,” kata Moulani Baghdadi, seorang komandan Taliban dari Ghazni, kepada Business Insider.
“Ini adalah kelompok kriminal yang bekerja bersama para mujahidin dan memberi kami reputasi buruk.”
Juru bicara mantan pemimpin Taliban Mullah Omar, Mullah Manan Niazi mengatakan program seperti itu tidaklah aneh.
“Taliban telah dibayar oleh intelijen Rusia untuk serangan terhadap pasukan AS dan pasukan ISIS di Afghanistan dari 2014 hingga saat ini,” katanya.