Cerita Eks Teroris: Berawal Dari Masalah Keluarga Sampai Bertemu Bahrun Naim di Meja Biliar

Jakarta – Seseorang terpapar terorisme tidak hanya langsung melalui doktrin-doktrin keagamaan. Tapi ada beberapa faktor lain seperti masalah keluarga. Hal itu diakui oleh mantan narapidana terorisme (napiter) Munir Kartono. Ia terlibat kasus bom Mapolres Surakarta tahun 2016 sebagai penyandang dana.

Kini Munir Kartono telah menjadi orang bebas dan telah kembali mencintai negaranya, Indonesia. Ia pun ingin menjadi ‘pahlawan’ bagi keluarganya, setelah sempat ‘tersesat’ dengan pemikiran-pemikiran salahnya sehingga terlibat terorisme.

Munir bercerita bahwa proses radikalisasinya begitu panjang. Berawal dari permasalahan keluarga yang berlarut-larut. Masalah itu memancing ia untuk mencari identitas di luar rumah, bahkan di jalanan, sampai akhirnya ia teradikalisasi.

“Itu semua terjadi di luar rumah, lewat pergaulan. Kemudian saya sampai menemukan jaringan teroris semua di luar rumah. Tapi kembali itu semua berawal dari satu masalah yang tidak selesai,” tuturnya.

Saat kali pertama mencari identitas di luar rumah, jelas Munir, ia ketemu dengan anak-anak funk. Tapi anak-anak funk ini tidak seperti anak funk kebanyakan yang hobinya main musik dengan dandanan dekil. Anak funk yang ditemui adalah mereka yang membuka lapak-lapal perpustakaan jalanan gratis. Dimana bacaan-bacaan itu menarik bentuk-bentuk perlawanan terhadap idealism feodal, bentuk-bentuk nilai nilai kolot, termasuk tidak sesuai dengan negara Indonesia.

“Saya pertama pergi di Bogor, kemudian saya main ke Bandung. Sampai hari ini kelompok-kelompok ini masih eksis. Nah setelah itu saya bersama kelompok funk tadi, saya sampai satu titik membenci pada negara. Saya mulai tertarik dengan masalah agama, saya mencari kelompok yang mempunyai narasi agama tapi punya nilai perlawanan terhadap negara. Saya kemudian bergabung dengan HTI. Itu titik ketemunya,” urainya.

Di HTI pulalah, Munir mengaku bertemu Bahrun Naim yang kebetulan seusia, seprofesi, dan memiliki hobi sama yaitu mengelola Warnet.

“Kita sama-sama jadi klop, ketemu. Kadang saya datang ke Solo, main biliar bareng sampai akhirnya cari duit untuk kelompok-kelompok teroris bareng,” kata Munir.

Munir menambahkan, ia melakukan pendanaan teror dengan cara membobol Paypal. Dari situ dana dialirkan ke crypto currency berupa Bitcoin. Saaitu tahun 2012, kebetulan grafik Bitcoin sedang meningkat tajam.

Dari dana yang dibelikan Bitcoin, ungkapnya,  saat dijual selisih nilainya sangat tinggi. Dana itulah yang dialirkan ke Bahrun Naim, yang kemudian di-spread kemana-mana seperti pemberangkatan orang-orang ke Suriah, melakukan aksi bom di Indonesia, termasuk pembiayaan kepada keluarga yang melakukan teror bom.

“Bom Mapolres Kartasura, dananya dari saya. Saat itu, Bahrun Naim minta mencarikan dana karena memang saat itu pelaku sudah ingin melakukan. Saya carikan dananya sehingga terjadi bom di Mapolres Surakarta tahun 2016,” jelasnya.

Kini Munir mengaku sudah ‘sembuh’ total setelah menjalani hukuman selama empat tahun di Lapas Purwakarta dan Lapas Khusus Sentul. Ia menceritakan prosesnya saat ia berikrar setia kembali ke NKRI di Lapas Purwakarta. Setelah itu, ia mengajukan diri untuk dibina lebih lanjut di Pusat Deradikalisasi (Pusderad) BNPT di Sentul.

“Alhamadulillah dari BNPT menyambut saya, akhirnya saya dipindahkan ke Pusderad. Di sana saya dibina dengan berbagai macam pelatihan, kemudian di dalam saya bertemu banyak akademisi dan diajarkan berbacam macam hal sehingga akhrnya semakin sadar bahwa yang telah saya lakukan salah dan saya harus berbuat lebih baik lagi untu keluarga dan masa depan kita bersama, Indonesia,” tutur Munir.

Ia mengatakan bahwa saat ini potensi kerentanan radikalisasi terbesar itu ada di anak muda dari milenial sampai generasi Z. Apalagi permasalahannya ternyata tidak melulu ideology, tapi bisa dari masalah kecil yang tidak terselesaikan.

“Karena itu teman-teman Duta Damai Dunia Maya harus bisa lebih aware, melihat teman sekeliling mereka dan mengajak tidak melakukan aksi-aksi yang pasti akan jadi penyesalan mereka nantinya. Apalagi aksi-aksi yang menjurus kekerasan, apalagi terorisme.”

“Kedepannya Duta Damai supaya lebih kreatif lagi dengan terobosan dan sesuatu yang baru dalam menyebarkan konten perdamaian dan persatuan,” harapnya.