Jakarta – Pengawasan setiap perusahaan dalam melakukan transaksi sangat penting dilakukan untuk mencegah Tindak PIdana Pencucian Uang seperti korupsi, perdagangan narkoba, penyelundupan, dan pendanaan terorisme.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan, dalam setiap transaksi harus diketahui siapa pemilik manfaatnya. Hal ini perlu ditekankan tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), sebagai rencana aksi pencegahan korupsi, yang merupakan bagian dari aksi pemanfaatan data beneficial ownership. Hingga akhir 2022 tercatat baru sekitar 38 persen korporasi yang telah mendeklarasikan pemilik manfaat atau beneficial ownership.
“Ada yang membeli rumah, membuat PT. Siapa orangnya, siapa yang mengendalikan walaupun dia bukan direksi. Kalau ada transaksi itu siapa yang mendapatkan keuntungan,” kata Yasonna Laoly saat menghadiri acara Stranas PK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
“Ini perlu diketahui karena kadang-kadang sering terjadi juga TPPU, tindak pidana pendanaan terorisme, kami terus memperbaiki sistem kami,” sambungnya.
Yasonna mengungkapkan, pihaknya tak segan memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan pemilik manfaat dari sebuah transaksi. Sanksi tersebut berupa pemblokiran akun notaris maupun akun perusahaan.
“Kami sudah melakukan itu. Kalau tidak melaporkan satu tahun. Kalau notaris tidak melaporkan, kami blokir akun notarisnya. Perusahaan kami blokir akun perusahaannya,” tegas Yasonna.
Ia menyebut, pemberian sanksi tegas tersebut telah berdampak positif. Dia mengungkapkan, sebanyak 300 perusahaan telah melaporkan data pemilik manfaat dari transaksi yang sudah dilakukan. Yasonna tak menginginkan, sebuah perusahaan didirkan oleh pihak tertentu, tetapi aliran uangnya mengalir ke pihak lain.
“Sehingga nanti mudah di-trace pemilik manfaat transaksi siapa. Ini salah satu strategi pencegahan, ini sangat penting,” tegas Yasonna.