Jakarta- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila mendorong Kementrian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara Reformasi Birokrasi memperketat rekrutmen atau penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Salah satu pola yang harus diperketat adalah keteguhan tehadap NKRI, Ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Hal tersebut sebagai upaya pencegahan paham radikalisme yang masuk ke dalam pemerintahan.
Menurut Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Romo Antonius Benny Susetyo jika paham radikalisme masuk dalam Abdi Negara maka masalah besar dan nyata.
“PNS/ASN yang sejatinya merupakan agen penyampai Visi dan Misi Negara kepada masyarakat, malah cenderung lebih percaya pada paham radikal berbasis agama”, ucapnya saat menjadi narasumber pada webinar Selamatkan ASN Indonesia Dari Radikalisme dengan tema “Tindak Tegas ASN Anti Pancasila-Skrening Ketat Calin PNS Karyawan BUMN dari Paham Radikalisme” oleh Organisasi Agama Cinta Minggu, (21/3/2021).
Selain pola rekrutmen ia juga mendorong kepada pihak terkait untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian secara terus menerus terhadap rekam jejak PNS sebagai pelaksana Visi Misi Negara.
Ia juga menegaskan jika terdapat PNS, TNI, Polri dan Pegawai BUMN yang kontra terhadap Ideologi Negara (Pancasila) maka untuk mundur dari posisinya sebagai abdi negara.
“Pancasila sebagai dasar Visi dan Misi bangsa adalah final, dan para ASN yang bertentangan atau bersifat dualisme terhadap kepercayaannya terhadap Pancasila harus mau dibina atau jika tidak dengan sadar diri mundur dari posisinya sebagai ASN”, tegasnya.
Disamping itu ia mengatakan saat ini BPIP telah membuat standar mengenai perilaki ASN, TNI dan Polri sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
“Tidak boleh ada dualisme dan standar ganda terhadap pelaksaan peraturan dan pedoman bagi ASN terkait radikalisme”, tutupnya.
Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan mengakui saat ini sudah banyak sekali ancaman radikalisme yang berujung pada terorisme dari segala penjuru termasuk melalui ASN, TNI, Polri dan pegawai BUMN.
“Ancaman radikalisme tidak hanya melalui lingkungan masyarakat, anak-anak, remaja orang tua bahkan melalui pegawai negara”, ujarnya.
Ia berharap lembaga atau organisasi masyarakat yang bertugas untuk membina, mencegah paham radikalisme tidak lelah untuk mensosialisasikan bahaya paham tersebut.
“Mereka sangat membahayakan jadi penyusup, jadi perlu tau bagaimana modus atau cara-cara mereka”, jelasnya.
“Yang kita takutkan hari ini, dimasa pandemi Covid-19 mereka mengundang anak-anak atau remaja ke rumahnya dengan menonton tayangan-tayangan timur tengah”, sambungnya.
Ia juga mengakui sosialisasi tentang bahayanya paham radikalisme masih minim kepada masyarakat.
“Kalau kita ini ibarat lilin, tapi mereka itu obor. Artinya pengaruh kita itu sangat kecil meskipun banyak, tetapi kalau mereka meskipun satu orang tapi pengaruhnya cukup besar”, ujarnya.
“Memberontak bukan jalan satu-satunya tetapi mereka sudah terstruktur, teroganisir dan masif”, tutupnya.