Cegah Penyebaran Radikalisme dan Intoleransi di Lingkungan Kampus, BNPT gelar Dikusi Publik di Unand

Padang – Masih banyaknya penyebaran radikalisme dan intoleransi yang dilingkungan masyarakat utamanya di dunia Pendidikan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) melalui Subdit Kontra Propaganda bersama Duta Damai Regional Sumatera Barat menggelar Diskusi Publik.

Diskusi publik yang mengambil tema “Peran Civitras Akademika dalam upaya Pencegahan Radikalisme dan Intoleransi di Lingkungan Kampus” dengan dihadiri tidak kurang 100 orang ini berlansung di Gedung D Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas (Fisip Unand), Padang, Selasa (6/5/2025).

Kasubdit Kontra Propaganda BNPT RI, Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH., M.Krim., dalam sambutannya saat membuka acara mengatakan bahwa kampus bukan hanya sebagai tempat menimba ilmu semata, tetapi lingkungan kampus juga sebagai ruang pembentukan karakter dan nilai-nilai kebangsaan.

“Namun demikian di tengah arus globalisasi  yang membawa serta ideologi ekstrem dan polarisasi sosial. Radikalisme dan intoleransi adalah ancaman nyata yang menggerus sendi-sendi kebhinekaan bahkan merambah ke dunia akademik yang seharusnya menjadi benteng nalar dan kebijaksanaan. Dan kita tidak boleh tinggal diam jika hal,” ujar Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono.

Lebih lanjut alumni Akmil tahun 1996 ini memaparkan bahwa kalangan masyarakat menyaksikan bagaimana paham radikal ini menyusup melalui berbagai sarana seperti diskusi tertutup, penyebaran narasi provokatif di media sosial, atau bahkan penyalahgunaan kurikulum.

“Kalau hal ini dibiarkan, tentunya ini akan merusak esensi pendidikan tinggi sebagai laboratorium pemikiran kritis, toleransi, dan persatuan,” ucap perwira menengah yang pernah menjabat Kasi Penggalangan BNPT RI ini.

Untuk itu menurutnya, dalam mencegah hal tersebut ada tiga tugas utama yang harus dijalankan secara bersama-sama. pertama, menjadi agen pengajaran nilai kebangsaan. Dimana dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa harus aktif menanamkan nilai-nilai Pancasila.

“Bukan sebagai hafalan, tetapi sebagai praktik hidup. Lalu kurikulum harus diperkaya dengan mata kuliah yang mengedukasi tentang bahaya radikalisme, dialog antaragama, dan kewarganegaraan inklusif. Kampus harus menjadi contoh nyata bagaimana perbedaan tidak hanya ditoleransi, tetapi dirayakan,” ujarnya.

Lalu pencegahan yang kedua menurutnya yaitu, memperkuat literasi digital dan kebijakan yang dibuat kampus. Hal ini dikarenakana kita hidup di era di mana hoaks dan ujaran kebencian menyebar lebih cepat daripada kebenaran. Oleh karena itu, civitas akademika harus melek digital—bukan hanya cerdas menggunakan teknologi, tetapi juga kritis menyaring informasi.

“Unit kegiatan mahasiswa, lembaga penelitian, dan biro kemahasiswaan harus bersinergi menciptakan program yang membangun ketahanan ideologi, seperti pelatihan antiradikalisme, forum diskusi lintas iman, atau kampanye perdamaian di media sosial,” ucapnya.

Lalu uapaya pencegahan yang ketiga yakni,civitas akademika harus menjadi pionir dengan melakukan aksi nyata. Dimana kita semua jangan hanya berdebat di ruang kuliah semata, namun kampus harus terjun ke masyarakat melalui pengabdian yang konkret seperti membina desa binaan, mengadakan dialog dengan tokoh agama dan budaya, atau membentuk tim responsif untuk mediasi konflik di lingkungan kampus.

“Karena ketika intoleransi muncul, kita jangan diam namun laporkan, diskusikan, dan selesaikan dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan,” ujar mantan Wakapaldam XVI/Pattimura ini.

Dirinya bersyukur pihaknya bisa melaksanakan menggelar diskusi publik tersebut dengan mahasiswa Unand terkait dengan radikalisme dan intoleransi. Hal ini menurutnya sangat penting sekali bagi mahasiswa agar bisa memahami apa itu radikalisme dan intoleransi, sehingga kedepannya tidak ada lagi mahasiswa-mahasiswa yang terpapar dengan paham radikal yang bisa menyebabkan perpecahan dalam negara kesatuan Republik Indonesia

“Harapan kami ya mudah-mudahan kita bisa menyebarkan paham-paham perdamaian dan mereka juga bisa menerima manfaat terkait dengan apa yang terjadi saat ini, sehingga bisa tercipta perdamaian di seluruh Indonesia,” ujarnya mengakhiri.

Dalam acara Diskusi Publik ini menghadirkan tiga narasumber yakni Koordinator Analis Pusat Media Damai (PMD BNPT RI, Budi Hartawan, S.THi., Pakar Kebijakan Publik, Dr. Hendri Koeswara, S.IP., M.Soc.Sc. dan Kepala Labor Ilmu Administrasi Publik Fisip Unand, Rozidetano Putri Hanida, S.Ip.,M.PA. Bertindak sebagai moderator dalam diskusi tersebut yakni Nuraini, S.TH.i., M.Ag. selaku Duta Damai Sumbar.