Jakarta – Calon Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, masih menempatkan ancaman terorisme dan perang cyber sebagai ancaman regional maupun global. Ancaman terorisme dan perang cyber itu, termasuk dalam lima hal yang menjadi sorotannya terhadap perkembangan global ketika memaparkan visi dan misinya dalam fit and proper test di hadapan anggota Komisi DPR RI, Rabu (6/12/2017).
“Terorisme merupakan acaman yang sangat tinggi di dunia, tak terkecuali di negara adidaya sekalipun. Kelompok teroris menjadi musuh yang harus diperangi bersama. Mereka telah digunakan sebagai alat pengkondisian suatu wilayah. Kasus terorisme di Suriah dan Irak sudah terbukti berujung pada proxy war atau hybrid war dengan melibatkan berbagai aktor baik aktor negara maupun non negara,” kata mantan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Mantan Sekretaris Militer (sesmil) Presiden Joko Widodo yang kini menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) itu mengatakan, kelompok teroris menjadi musuh yang harus diperangi bersama. Begitu juga dengan perang cyber dalam konteks perang yang pernah dilakukan AS dan Israel untuk menghentikan program nuklir Iran. Meski serangan stuxnet belum mampu menghentikan program nuklir Iran, konsep ini dapat menjadi sebuah opsi yang setara dampaknya dengan senjata kinetik.
Ada beberapa catatan penting terkini dalam konstelasi global kontemporer. Selain ancaman terorisme dan perang cyber, juga ada yang terkait dengan tatanan dunia baru. Di mana hegemoni negara super power semakin melemah akibat pengaruh kekutan ekonomi baru dari Tiongkok, Rusia, India, dan Brazil. Tatanan dunia saat ini telah menjadi baru yaitu unimultipolar yang implikasinya adalah pergeseran kekuasaan.
Hadi Tjahjanto juga menyoroti manuver militer Tiongkok. Dia melihat Tiongkok mampu mengubah konstelasi politik globalnya dalam waktu singkat hanya dengan kekuatan ekonominya termasuk melalui pengembangan militer. Tiongkok bahkan baru menyelesaikan membangun tiga pangkalan udara militernya di wilayah Laut Cina Selatan dan bisa menyelenggarakan perang di seluruh wilayah laut Cina Selatan.
Terkait kerawanan di laut Indonesia sebagai negara kepulauan, satu-satunya calon Panglima TNI yang diajukan Presiden Joko Widodop itu mengungkapkan, pemerintah Indonesia kan bertanggungjawab atas keselamatan dan keamanan di wilayah laut yang menjadi yurisdiksi. Dia juga menyoroti maraknya aksi perampokan bersenjata dan penculikan di wilayah perairan Filipina Selatan sekitar laut sulu yang merupakan kawasan perairan laut perbatasan antara Indoensia, Malaysia dan Filipina.
“Semua itu merupakan tanggungjawab Indoensia khususnya TNI. Terlebih lagi dengan kasus yang menimpa WNI pada Maret 2016 yang disandera KLPK Abu Sayyaf yang berbasis di Pulau Sulu dan Pulau Basilan. Pada kasus ini tanggungjawab itu mutlak dan sepenuhnya berada di tangan TNI,” kata Hadi Hadi Tjahjanto.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Bachtiar Aly, mengakui calon Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tidak memiliki karir politik yang aneh-aneh, meski diisukan memiliki kedekatan khusus dengan Presiden Joko Widodo. “Marsekal Hadi Tjahjanto adalah seorang tokoh yang rendah hati, karir politiknya juga tidak ada aneh-aneh. Jadi berdasarkan itu Presiden mengenalnya secara pribadi,” kata Bachtiar kepada wartawan di ruang rapat Komisi I DPR, Senayan, Jakarta.
Setelah lolos dan dilantik sebagai Panglima TNI, Komisi I DPR RI berharap KSAU itu mampu meningkatkan sinergitas atas kerja sama dengan angkatan laut. Hal itu penting untuk jalin strategi dan perlengkapan perang, sekaligus mendorong penguatan poros maritim. Nantinya, Indonesia punya armada, punya kapal-kapal perang, di mana pesawat-pesawat tempur bisa landing disitu.