Palu— Bupati Poso Darmin Agustinus Sigilipu berpendapat perlu ada keterlibatan TNI untuk menanggulangi kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang sampai saat ini masih meneror masyarakat di wilayah itu.
Berbicara dalam acara diskusi yang diselenggarakan Radio Republik Indonesia (RRI), beberapa waktu lalu, Darmin mengatakan pasukan TNI memiliki kemampuan untuk menghadapi taktik gerilya yang digunakan kelompok MIT yang bersembunyi di hutan pegunungan.
“Kami sebenarnya sudah berusaha menyampaikan kepada Pak Presiden Jadi kalau bisa tolong dibantu teman kita dari POLRI dalam hal ini BRIMOB yang sedang melaksanakan operasi Tinombala itu dibantu, diperkuat dengan pasukan TNI,” ujar Darmin.
Dia menyebutkan sejumlah kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok teroris itu telah menimbulkan ketakutan masyarakat di desa-desa di sekitar pegunungan biru yang menjadi basis pergerakan dan persembunyian mereka.
Menurutnya, masyarakat, yang sebagian besar petani, tidak berani mengolah lahan-lahan kebun yang berada di sekitar kaki gunung, karena khawatir akan berjumpa dengan kelompok itu.
“Ini membuat masyarakat menjadi ketakutan. Sangat ketakutan. Jadi tidak ada lagi yang berani naik ke atas,” ungkap Bupati Poso itu.
Sebelum ada MIT, kata Bupati, masyarakat memanfaatkan wilayah yang subur itu untuk berkebun kakao, kopi, durian dan untuk mendapatkan hasil hutan lainnya, seperti damar dan rotan. Menurutnya, masyarakat berharap negara bisa hadir untuk memberikan rasa aman di Poso.
Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Syafril Nursal, dalam dialog itu mengisyaratkan kemungkinan pelibatan kembali TNI dalam perpanjangan Operasi Tinombala pada Juli 2020.
“Pak Kapolri sudah membuat surat kepada panglima TNI untuk meminta TNI, bahkan meminta pasukan khusus untuk bergabung dengan kita,” kata Syafril Nursal.
Syafril menjelaskan MIT memanfaatkan hutan lebat di pegunungan yang membentang di di Kabupaten Poso dan Parigi Moutong untuk bergerilya. Kelompok itu sangat terlatih dan memiliki penguasaan medan yang baik di gunung tersebut.
Meskipun sudah ada 172 orang yang telah ditangkap sejak 2011, tetapi kelompok itu bisa merekrut anggota baru. Sepanjang 2020 satgas Tinombala telah menangkap lima anggota kelompok itu yang berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).
Selain itu juga ada 17 orang lainnya ditangkap saat hendak bergabung dengan kelompok MIT. Mereka juga kedapatan membawa bahan-bahan peledak untuk kebutuhan pembuatan bom rakitan. Dengan situasi tersebut, sulit berharap operasi tinombala dapat segera berakhir.
Keberhasilan operasi tinombala menurut Irjen Syafril Nursal, memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mencegah upaya-upaya perekrutan terhadap warga yang terpapar paham radikal. Misalnya, ada kelompok-kelompok yang membina teroris.
“Ada pesantren yang tidak jelas, yang tidak ada izinnya, tidak jelas kurikulumnya, tidak jelas bahan ajarnya, tidak jelas pengajarnya. Itu bagian siapa yang melakukan pengawasan itu? Itu tentu bagian pemerintah termasuk pemerintah daerah. Ada kementerian agama yang seharusnya melakukan penelitian,”ujar Syafril.