Jakarta – Bulan Ramadan merupakan momentum penting, untuk intropeksi diri agar menjadi insan yang lebih baik. Dinamika kehidupan duniawi, terkadang membuat kita lupa akan jati diri sebagai mahluk Tuhan. Bahkan kesombongan diri membawa kita kepada jurang kenistaan dan perpecahan. Mudah emosi, hasad, dengki menjadi penyakit hati yang membuat manusia lupa akan pentingnya persatuan, dan kesatuan bangsa.
Bahkan dalam kurun waktu belakangan ini, bangsa Indonesia dihadapi beragam dinamika yang dipicu oleh keangkuhan diri, inklusifitas dan perbedaan cara pandang dalam menyikapi persoalan. Tak ayal, dinamika ini memunculkan perselisihan antar anak bangsa. Tentunya, momentum hadirnya bulan Ramadan 1444 H ini, bisa menjadi stimulus untuk mempersatukan bangsa.
Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Habib Ir. Nabiel Al Musawa, M.Si, mengungkapkan momentum bulan Ramadan 1444 H kali ini dapat digunakan untuk membentengi diri dari rasa benci dan intoleransi, guna merajut kembali menjadi bangsa yang kokoh. Jangan sampai rasa benci merusak pahala dan amal ibadah di bulan Ramadan.
“Mudah-mudahan dengan Ramadan ini, kita, kaum Muslim semua, kembali menjadi bersaudara, kembali menjadi satu bangsa yang kokoh, Bhinneka Tunggal Ika demi bangsa dan negara. Mau kelompok Islamis, mau nasionalis, tujuan kita itu adalah membesarkan bangsa ini, NKRI. Bukan memecah belah, apalagi untuk kepentingan politik semata,” kata Habib Nabiel Al Musawa di Jakarta, Selasa (21/3/202)
Rasullullah SAW sendiri, lanjut Habib Nabiel, di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud dikisahkan, barang siapa yang tidak meninggalkan qaula dzur atau kata kata bohong, menyebarkan fitnah, maka Allah tidak butuh orang berpuasa atau tidak makan dan minum.
“Allah nggak butuh dia meninggalkan makan minum. Artinya apa? Nggak ada pahala puasa. Maka kaum muslimin, wal-muslimat itu disunahkan kita, sebelum berpuasa kita minta maaf, minta halal, bersihkan hati,” ucap Habib Nabiel yang juga merupakan Dewan Syuro Majelis Rasulullah SAW ini.
Pengurus Rabithah Alawiyah, atau himpunan WNI keturunan Arab, ini mengungkapkan bahwa, dalam Surat Al Hujurat ayat 13 dikatakan, sesungguhnya Allah menciptakan kamu (manusia) dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal.
“Untuk apa tujuannya? Supaya kalian saling mengenal, bukan saling membenci, bukan saling memfitnah, bukan saling menyebar isu, bukan saling membunuh, Tujuannya ya untuk saling menghormati satu dengan yang lain termasuk yang berbeda pun,” lanjut Habib Nabiel.
Mantan Anggota DPR RI periode 2009-2014 ini menyerukan agar umat muslim mampu menahan diri, sebagaimana yang Rasulullah SAW anjurkan di dalam haditsnya agar menghindar demi menjaga kesucian dan amal ibadah di bulan Ramadan.
“Kata baginda Rasulullah SAW, dikatakan, Kalau ada orang yang mencaci maki kita, ngajak kita berantem, katakan, saya lagi puasa, saya lagi puasa,” ungkap Habib Nabiel yang juga anggota Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi DKI Jakarta ini.
Oleh karena itu, kakak dari almarhum Habib Munzir bin Munzir Al Musawa ini menekankan untuk menjadikan momentum Ramadan sebagai perisai diri untuk menyucikan hati dan anggota tubuh, termasuk jari jemari. Jangan sampai membuat komentar atau hasutan yang dapat merusak pahala puasa. Habib Nabil juga menekankan untuk meniru akhlak Nabi Muhammad SAW, sebagai sosok yang menebar kebaikan dan kasih sayang.
“Jangan sampai hati kita dipenuh dengan kebencian, kedengkian, iri, hasad, menyebarkan fitnah. Orang-orang seperti itu tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw, tidak sesuai dengan ajaran Islam,” ucap Habib Nabil. “Dengan berpuasa, kita perjuangan kembali persatuan bangsa dengan semangat ketuhanan yang Maha Esa,” ujar Habib Nabiel mengakhiri.