Dalam beberapa diskusi dengan komunitas intelijen, apa sebenarnya ancaman terhadap keamanan nasional Indonesia? Ini sebuah pekerjaan yang tidak sederhana, karena pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi telah menyebabkan ancaman semakin dinamis dan banyak yang dilakukan secara tertutup. Ancaman dalam negeri terlihat lebih kepada ancaman taktis yang lebih dilatar belakangi dengan kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan dengan tujuan memperkaya diri dengan korupsi dan merebut kekuasaan.
Ancaman terhadap Indonesia yang jauh sangat berbahaya adalah upaya penguasaan Indonesia dalam kaitan perebutan ruang hidup. Kita mengetahui bahwa secara fisik bahwa bumi tempat kita tingal tidak akan bertambah besar, sementara jumlah manusia terus bertambah, sumber energi semakin terbatas, sumber pangan juga berkurang. Nah, mulailah manusia berebut ruang hidup, lebih kepada persaingan, baik berebut wilayah, sumber energi, sumber pangan dan sebagainya. Disinilah muncul pertanyaan sadarkah kita ada kekuatan luar yang berebut di Indonesia?
Dalam perebutan itu maka munculah upaya penguasaan berupa infiltrasi dengan istilah-istilah baru berupa penyusupan ideologi, new liberalism, komunisme, khilafah, penguasaan perekonomian, perang asimetris, proxy war, home grown terorism, pengaruh media sosial bak agama baru serta penggunaan teknologi yang semakin hebat. Sejak tahun 2013 penulis terus mencermati ancaman terhadap Indonesia berupa ancaman terorisme yang pada kesimpulannya merupakan virus.
Ancaman Virus Terorisme
Buku ini merupakan hasil tulis menulis Pray sebagai blogger pada laman blog kompasiana dan Ramalan Intelijen, berupa jejak teror di dunia dan Indonesia diantara tahun 2013-2016. Kemudian di pilih dan disusun menjadi sebuah rangkaian kasus yang ternyata pada akhirnya terorisme merupakan sebuah ancaman nasional yan apabila tidak dicermati dan diwaspadai, maka Indonesia akan menjadi daerah operasi terorisme luar yang mulai lumpuh di daerah asalnya di Timur Tengah.
Luasnya wilayah Indonesia dengan beragam etnik dan kepercayaan bisa menjadi ladang subur terorisme apabila tidak kita jaga dengan hati-hati. Contoh dimainkannya terorisme terkait isu ISIS di Marawi, Filipina adalah bukti yang jelas. Bagi mereka yang memahami clandestine operation, itu hanyalah sebuah layer proksi kepentingan geopolitik pada puncaknya, pada midle layer adalah masalah kemarahan jaringan narkoba dan isu ISIS serta Maute berada di level terbawah yang dimanfaatkan sebagai sarana proksi.
Nah, tentang buku ketiga ini yang sudah terbit dan dijual di Toko Buku Gramedia seluruh Indonesia, untuk mengawali isinya, penulis menuangkannya dalam kata pengantar, semoga dapat menjelaskan yang dimaksud dengan Virus Terorisme dalam rangkaian serangan teror yang ada.
Kata Pengantar Penulis pada Buku
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmatnya, buku berjudul “Ancaman Virus Terorisme ISIS” dapat terwujud dan sampai ke tangan pembaca. Semua tidak terlepas dari dukungan dan doa dari istri, anak, mantu yang sangat berperan dalam menjaga konsistensi alur pikir dan dasar ilmu intelijen yang selama ini penulis geluti hingga sekarang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Irjen Pol. Drs. AriefDharmawan, SH, MH, Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, yang yang telah memberikan Kata Pengantar dan Marsdya TNI (Pur) Ian Santoso, mantanKabais TNI, yang telah merekomendasikan buku ini, serta kepada Sdri. Rohayati Kadaria, SE, MM atas bantuannya dalam mengedit kata dan kalimat di setiap artikel agar sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia.
Ucapan yang sama pula pula penulis tujukan kepada Grasindo (PT. Gramedia Widiasarana Indonesia)yang telah sangat mendukung dalampencetakan dan penerbitan buku ini, serta dukungan para narasumber dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Buku ini merupakan kumpulan artikel-artikel yang penulis buat selama bertahun-tahun yang merupakan sebuah pengamatan intelijen terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan ancaman terorisme serta keamanan baik di dunia internasional maupun Indonesia, khusus mengamati tentang ancaman kelompok teroris Islamic State (Negara Islam), termasuk mencantumkan penjelasan dari para pejabat negara, kepolisian dan lembaga-lembaga lain yang sedang menjabat saat artikel tersebut dibuat. Buku ini merupakan pula rangkaian dari dua buku penulis yang telah diterbitkan lebih dahulu yaitu “Intelijen Bertawaf, Teroris Malaysia Dalam Kupasan serta Misteri MH-370.”
Teror adalah sebuah sarana dari intelijen penggalangan oleh karena itu menurut penulis untuk meneliti serta membaca arah serangan terorisme dalam bentuk sebuah ramalan atau perkiraan hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki pengetahuan intelijen, khususnya kemampuan counter intelligence.
Nah, dengan pengalaman bertugas pada badan-badan intelijen seperti Dispamsanau, Spamau, Bais TNI, BNPT dan sebagai tim Analis Strategis Kementerian Pertahanan RI hingga kini, penulis banyak bersentuhan dengan penanganan masalah terorisme baik sebagai analis maupun sebagai pengamat intelijen. Penulis menjadi narasumber dalam kegiatan Pembinaan Kemampuan Aparat Intelijen Daerah yang dilakukan oleh Deputy Penindakan BNPT di Sembilan Kominda BIN bersama team BNPT, BIN, Baintelkam Polri serta Densus 88.
Intelijen, selain berfungsi sebagai sub-sistem peringatan dini atau early warning, juga memberikan sebuah perkiraan keadaan tentang berbagai perkembangan yang mungkin terjadi pada masa mendatang. Salah satu yang akan menjadi ancaman serius berupa virus terorisme adalah konsep ancaman Negara Islam yang akan merambah Negara-negara di dunia termasuk Indonesia pada masa mendatang.
Dalam buku ini, penulis membuat analisis berdasarkan informasi serta fakta dan data yang mengenai ancaman terorisme. Mengapa penulis menyebut sebagai Virus? Ini disebabkan penilaian kekuatan kelompok Islamic State di bawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi diperkirakan akan lumpuh dalam bentuk ke khalifahan di Irak dan Suriah pada tahun 2017.
Juru bicara Islamic State, Abu Muhammad al-Adnani pada bulan Mei 2016 mengakui kerugiannya di medan perang berupa kesalahan strategis dan taktis terhadap kondisi Islamic State. Mereka hanya berjuang sendiri dan hanya didukung jihadis mancanegara, yang harus melawan array yang luas dari kekuatan besar dari koalisi Negara-negara Barat di bawah kepemimpinan Amerika Serikat, Arab Sunni, Muslim Syiah, Rusia dan Kurdi.
Ditegaskan oleh al-Adnani, “Sementara struktur inti kami di Irak dan Suriah diserang, kami telah mampu memperluas dan telah menggeser beberapa perintah melalui media dan struktur kekayaan ke negara-negara yang berbeda. Dari sanalah akan dilakukan serangan. Pesannya ke semua anggota koalisi yang melawan kami. Kami tidak akan lupa, dan kami akan datang ke negara Anda dan memukul Anda, dengan satu cara atau cara lain yang menakutkan. Adnani nampaknya mempersiapkan bahwa kemunduran militer IS telah memaksa Islamic State melakukan perubahan strategi.
Mereka benar-benar mencoba untuk mempersiapkan pengikut mereka untuk mengatasi kelemahan dan kegagalan dengan ‘khalifah’ yang tidak lagi merupakan sebuah kekhalifahan. Nah, serangan teror baik yang langsung dikendalikan dari Irak atau Suriah, maupun yang berupa serangan serigala tunggal (lone wolf) akan terus dikembangkan pada masa mendatang.
Ancaman terbesarnya pada masa-masa mendatang adalah kembalinya para jihadis yang bergabung di Suriah maupun Irak serta adanya informasi bergulirnya dukungan dana yang cukup besar untuk pelaksanakan serangan teror di mancanegara. Yang jelas virus itu akan menjadi beban dan tantangan bagi aparat intelijen Negara-negara di dunia.
Direktur CIA pada era pemerintahan Presiden Barack Obama, John Brenan,dalam wawancara dengan media al-Arabiya beberapa hari sebelum penembakan di Orlando (12/6/2016) menyatakan, “Negara-negara di seluruh dunia harus khawatir tentang potensi individu atau kelompok individu untuk bertindak sendiri, tanpa kontak langsung dengan teroris terorganisir atau kelompok.”
Demikian apa yang dapat penulis sampaikan berupa sumbangan pemikiran tentang ancaman virus terorisme yang harus semakin dicermati baik oleh BIN, Polri maupun Bais TNI khususnya maupun aparat terkait lainnya. Perancis sebagai Negara dengan Badan Intelijen yang di dukung dana besar serta petugas-petugasnya yang handal saja mengalami serangan teror dengan stigma negative ‘kecolongan’.
Oleh karena itu aparat keamanan Indonesia harus lebih fokus karena pernah juga beberapa kali mengalami kecolongan sejak bom Bali 2002.
Sumber : www.ramalanintelijen.net