Tangerang – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hanafi Rais mengatakan, idealnya lembaga tinggi negara MPR RI tidak hanya memiliki dan mensosialisasikan empat pilar melainkan delapan pilar. Mestinya, MPR RI sudah mulai mensosialisasikan delapan pilar untuk mempererat kesatuan dan persatuan bangsa.
Dikatakan, empat pilar yang sudah ada, Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara dan ketetapan MPR, NKRI sebagai bentuk negara, serta Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara, masih belum cukup. Masih ada empat pilar yang perlu digarisbawahi dan menjadi bagian sosialiasi yang harus dilakukan MPR.
“Keempat pilar yang saya maksud adalah, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sebagai pilar kelima, lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai pilar keenam, bendera Merah Putih sebagai pilar ketujuh, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI serta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai pilar ke delapan,” jelas Hanafi Rais.
Hal tersebut diungkapkan politisi Partai Amanat Nasional itu dalam keterangan tertulis yang diterima ‘Damailahindonesiaku.com’, Senin (27/11/2017). Hanafi Rais menyampaikan itu di hadapan mahasiswa dan Ormas se-Tangerang Raya dalam sosialisasi Empat Pilar MPR RI pada Minggu (26/11/2017).
Dijelaskan, sejak kali pertama Pancasila ada, sudah muncul perdebatan mengenai sila-sila yang ada. Perdebatan yang paling banyak adakah untuk sila pertama dari Pancasila. Ada kelompok yang dimotori oleh PKI pada waktu itu menginginkan tidak perlu ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Mereka menghendaki sila pertama dengan kebebasan beragama termasuk kebebasan tidak beragama.
“Pancasila dalam sejarahnya terutama sila pertama terus dirongrong oleh PKI. UUD 1945 sebagai konstitusi di masa Orde Baru dijadikan tameng politik. Seiring bergulirnya reformasi di tanah air pada 1998, UUD 1945 diamandemen dan menjadi UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Organisasi Daerah Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (Orda ICMI) Kota Tangerang, A Jazuli Abdillah berharap agar mahasiswa dan ormas yang ada di wilayah itu fokus untuk menangkal radikalisme. “Beberapa data mengkonfirmasi bahwa para teroris yang tertangkap di Tangerang Selatan, Cilegon dan Pandeglang rata-rata kaum muda,” ujarnya.
Faktor-faktor munculnya faham radikal dan terorisme salah satunya disebabkan masalah pendidikan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Masalah agama juga kerap muncul menjadi penyebab gerakan radikalisme, sikap merasa paling benar, orang lain sesat, klaim bahwa seakan-akan surga miliknya yang lain neraka, ini juga penyebab gerakan radikal.
Menurut Jazuli Abdillah, faham radikal yang diwujudkan dalam bentuk kekerasan dan pembunuhan itulah yang disebut terorisme. Oleh karenanya, negara melalui agen-agennya harus benar-benar hadir menyelesaikan ini. Membangun kesadaran berpancasila dan ber-Bhinneka Tunggal Ika melalui empat pilar kebangsaan ini menjadi sangat relevan dan penting.