Jakarta – Terorisme sebetulnya tidak hanya sebagai aksi kekerasan saja, tetapi juga sebagai paham yang bisa mempengaruhi siapapun untuk melakukan tindakan kekerasan. Karena itulah, deteksi dini terhadap radikalisme kekerasan harus dibangun secara semesta dengan melibatkan masyarakat. Karena ketidakpedulian masyarakat bisa menjadi kesempatan untuk melakukan infiltrasi radikalisme kekerasan di tengah masyarakat.
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa pihaknya di BPIP juga turut menyebarkan semangat anti SARA dan anti kekerasan melalui konten-konten perdamaian. Menurutnya, BPIP sangat mendorong agar moderasi beragama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengamalan nilai-nilai Pancasila.
”Jadi semakin beriman seseorang, semakin berpancasila dia. Karena moderasi adalah kunci dari suatu sikap politik, untuk saling rukun dan bisa menerima keberagaman satu sama lain,” ujar Benny Susetyo di Jakarta, Rabu (3/2/2021).
Pria yang akrab dipanggil Romo Benny ini berharap agar pihak-pihak terkait mau bergotong royong untuk melawan paham seperti intoleransi dan radikalisme dengan moderasi beragama. Ia mengungkapkan bahwa BPIP hingga saat ini terus mengadakan pelatihan kepada masyarakat, kemudian juga mengarusutamakan Pancasila.
”Kami juga bekerjasama dengan instansi-instansi terkait agar bagaimana Pancasila ini bisa menjadi cara untuk bertindak, berpikir dan berelasi masyarakat Indonesia. Maka BPIP pun mendorong pendidikan moral Pancasila itu untuk diajarkan kembali dengan melakukan revisi UU Sisdiknas,” tutur Benny.
Lebih lanjut, pria kelahiran Malang, 10 Oktober 1968 itu menyebut bahwa lewat penanaman nilai cinta tanah air seperti upacara bendera yang daidakan setiap hari senin, para siswa diharapkan akan memiliki inklusitas, berkebudayaan Indonesia dan mengedepankan nilai-nilai Pancasila. Sehingga keragaman dan kemajemukan itu harus diajarkan dari pendidikan tingkat PAUD hingga perguruan tinggi.
“Sehingga nantinya setiap kali kita bicara, beropini di ruang publik atau medsos, tidak ada lagi menyingung SARA ataupun dengan menggunakan ujaran hewan-hewan ini dan itu,” ucap Alumni Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang itu.
Selain itu, Romo Benny juga mengajak kepada seluruh elemen Bangsa Indonesia untuk, mau “memikiran kemajuan, bagaimana Bangsa Indonesia bisa menjadi unggul dengan melakukan hal-hal yang produktif dan memikirkan inovasi-inovasi untuk pembangunan Bangsa,”
“Jasmerah (Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah), itu kata Bung Karno. Mengapa penting kita tidak meninggalkan sejarah? Agar kita tahu bahwa saat itu Bangsa ini terbentuk karena rasa persatuan dan saling menghargai perbedaan satu sama lain, kemajemukan yang kita miliki. Itulah salah satu kunci untuk menuju Indonesia unggul,” tegas Romo Benny.
Untuk itu Romo Benny menghimbau ini saatnya kita menerapkan pendidikan yang mengajarkan cinta kepada Tanah Air dan Bangsa Indonesia, sesuai dengan yang diamanatkan Para Pendiri Bangsa kita, termasuk Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Pendidikan Bangsa Indonesia.
“Penguasaan informasi itu penting, seperti kata Fransisco Bacon, siapa menguasai informasi dia akan menguasai dunia. Akan tetapi penguasaan terhadap informasi dan teknik informasi harus dimanfaatkan dengan sangat baik dan diarahkan untuk pembangunan nasional, pembangunan bangsa dan negara, bukan malah dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak produkti dan singung menyingung SARA.” katanya mengakhiri.