Jakarta – Warisan dunia tidak hanya tempat wisata melainkan dapat
menjadi simbol toleransi dan kerukunan antar umat beragama yang ada di
Indonesia seperti Candi Borobudur.
“Borobudur sebagai warisan budaya kebanggaan bangsa Indonesia, ketika
awal ditemukannya merupakan sebuah death monument, namun demikian
seiring waktu, Borobudur memiliki wajah barunya sebagai living
monument,” kata Menbud, Fadli Zon melalui keterangan resminya, Selasa
(13/5).
Hal itu, kata Fadli, sejalan dengan peringatan Hari Raya Waisak tahun
ini yang mengangkat tema “Tingkatkan Pengendalian Diri Dan
Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia,”
Menbud berharap dengan tema tersebut dapat dijadikan bahan perenungan
dan introspeksi dalam mewujudkan sebuah perdamaian dunia yang hakiki.
Untuk diketahui, tema besar pada Waisak nasional tahun ini, dipilih
karena dianggap memiliki relevansi besar bagi kehidupan, yakni
peperangan dan konflik yang terjadi akhir–akhir ini merupakan akar
dari kebencian yang menjurus pada penderitaan semua makhluk.
Menurut dia, nilai-nilai agung yang terkandung dalam kemegahan candi
Borobudur, dapat memberikan dampak positif bagi bangsa dan negara ini.
Dia juga melanjutkan bahwasanya lokasi tersebut juga tidak hanya untuk
kawasan wisata dan situs bersejarah saja, akan tetapi juga dapat
menjadi pusat ziarah internasional yang diakui dunia.
Fadli Zon menegaskan jika Candi Borobudur tidak hanya menjadi tempat
ziarah bagi umat Buddha saja, akan tetapi juga untuk seluruh umat
manusia dengan nilai-nilai spiritual universalnya. “Saya berkomitmen
untuk terus mempromosikan Borobudur sebagai tempat yang membawa
kedamaian, inspirasi, dan pencerahan bagi siapa pun yang
mengunjunginya,” tutur Menbud.
Dalam lokasi yang sama, Ketua Umum DPP WALUBI (Perwalian Umat Buddha
Indonesia) yang juga Ketua Panitia Waisak Nasional, Dra S Hartati
Murdaya, menyambut baik keinginan Menbud terkait pemanfaatan Candi
Borobudur untuk dijadikan simbol toleransi.
Dia mengatakan bahwa WALUBI juga berkomitmen untuk terus melaksanakan
aksi kemanusiaan, baik dalam bentuk bakti sosial maupun bantuan bagi
korban bencana di tanah air. “Dengan semangat kasih sayang dan
kepedulian, kita dapat menjadi pelita bagi sesama dan menciptakan
dunia yang lebih baik,” tutupnya.
Ribuan umat Buddha mengikuti detik-detik Waisak 2569 BE/2025 di
pelataran Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ketua Umum
Mahabhudi Biksu Samanta Kusala Mahastavira di Magelang, Selasa,
menyampaikan setelah mengikuti detik-detik Waisak masing-masing
majelis membacakan doa secara bergiliran.
Detik-detik Waisak ditandai dengan pemukulan gong tepat pukul 23.55.29
WIB. Detik-detik Waisak digelar di altar pelataran Candi Borobudur,
Kabupaten Magelang. Ia mengatakan mengiringi detik-detik Waisak untuk
memperingati tiga momentum penting yaitu kelahiran orang suci,
pencapaian kebuddhaan dan meninggalnya Buddha Gautama. Para biksu dan
umat Buddha melantumkan doa dan parita suci.
Ia menyampaikan untuk tema Waisak tahun 2025 adalah tingkatkan
pengendalian diri dan kebijaksanaan mewujudkan perdamaian dunia “Tema
ini sangat relevan pada zaman sekarang ini di mana kita tahu kondisi
di dunia ini sedang mengalami berbagai konflik,” katanya. Selain
mengikuti detik-detik Waisak, ribuan umat juga mendapatkan air berkah
yang dijadikan sarana puja bakti kepada triratna dengan alunan
ayat-ayat suci.
Air tersebut menjadi lambang kerendahan hati yang dapat memberikan
kesejukan bagi kehidupan spiritual manusia. Para biksu dan umat
Buddha menggelar pradaksina di kompleks Candi Borobudur untuk menutup
rangkaian Tri Suci Waisak 2569 BE/2025.