Medan – Sumatera Utara (Sumut) menjadi provinsi yang paling banyak terdapat korban terorisme. Kasus bom Sibolga menjadi pemicu banyaknya korban terorisme di provinsi tersebut.
“Jadi korban terorisme di Indonesia terbesar adalah di Sumut karena peristiwa di Sibolga itu,” kata Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu di Mapolrestabes Medan, Rabu (17/3/2021).
Edwin menjelaskan, ratusan rumah terdampak dan rusak akibat ledakan bom Sibolga itu. Hal itu kemudian menjadi catatan LPSK terkait korban dari tindak terorisme.
“Hal yang menarik dari peristiwa Sibolga bukan korban fisik. Tapi korban harta benda. Jadi ada 156 korban harta benda karena rumahnya yang tinggal di antara kediaman pelaku mengalami kerusakan,” jelasnya.
Bom Sibolga terjadi pada 12 Maret 2019 sekitar pukul 14.23 WIB, di kediaman Abu Hamzah yang merupakan terduga teroris. Bom meledak saat tim Densus 88 Antiteror menggeledah rumah Abu Hamzah. Saat itu diketahui istri Abu Hamzah meledakkan diri di rumahnya. Bom itu juga melukai warga dan polisi.
Sementara, Wakil ketua LPSK lainnya, Livia Istania DF Iskandar mengatakan pihaknya telah membuka penilaian dan permohonan untuk ganti rugi bagi korban terorisme. LPSK membuka permohonan ganti rugi itu akan berlangsung hingga Juni 2021.
“Kami membuka permohonan sampai Juni 2021 untuk para korban yang perlu mendapatkan kompensasi dan belum terdata untuk kemudian mengajukan kepada LPSK,” ucapnya di Medan.
LPSK sudah memberikan kompensasi berupa sejumlah uang terhadap tujuh korban bom bunuh diri yang terjadi di Polrestabes Medan, pada 13 November 2019 silam. Kompensasi itu diberikan LPSK pada Rabu (17/3) di Mapolrestabes Medan.
Tujuh orang yang menerima kompensasi itu yakni Kompol Abdul Mutolip, Kompol Sarponi, Aiptu Deni Hamdani, Bripka Juli Chandra, AKBP Romadhoni Sutarjo, Ricard Purba yang berstatus pekerja harian lepas (PHL), dan Ihsan Mulyadi Siregar, seorang warga sipil