Serangan teror bom di Paris yang terjadi beberapa waktu lalu rupanya masih meninggalkan sejumlah polemik, meski kelompok teroris ISIS telah mengklaim bertanggungjawab atas serangan itu, namun hal itu nyatanya tidak menjawab keraguan di benak banyak pihak. Banyak kalangan yang mulai meragukan maksud dan dasar dari serangan itu, beberapa bahkan menyatakan bahwa serangan itu tidak sesuai dengan ‘kode etik’ perjuangan menegakkan syariat Islam. Sehingga banyak pihak, termasuk para radikalis, yang menyayangkan serangan itu.
Berbeda dengan gembar-gembor dukungan dan simpati atas serangan teror di Paris yang merebak di dunia maya, kelompok radikalis terorisme di ‘dunia nyata’ banyak yang menyayangkan serangan yang tidak jelas maksud dan tujuannya itu. Serangan yang menggegerkan warga Prancis itu dinilai bertentangan dengan seluruh nilai perjuangan pendirian syariat Islam. Sudah umum diketahui bahwa kelompok radikal teroris selalu memiliki tujuan dan sasaran serangan yang jelas dalam setiap serangan teror yang mereka lakukan; mereka tidak menyasar masyarakat awam.
Banyak kalangan yang menyebut bahwa serangan teror di Paris itu tidak memiliki kejelasan sasaran dan tujuan serangan, padahal perjuangan mendirikan syariat Islam mewajibkan kejelasan. Dengan kata lain, serangan teror di Paris hanya ditujukan untuk ‘cari muka’, dan bukan cari ‘ridha’, begitu kata mereka. Hal ini bisa dipahami pula, terutama terkait dengan banyaknya kejanggalan yang belakangan mulai ramai diungkap. Seperti pemilihan target serangan yang bukannya menyasar ke pejabat pemerintah atau pasukan militer –seperti yang biasa dilakukan kelompok teroris–, tetapi justru ke masyarakat awam –padahal presiden dan beberapa pejabat penting ada di dalam stadion (bom diledakkan di luar stadion)–, juga tentang mentahnya klaim ISIS.
Seperti diketahui, ISIS mengklaim bertanggungjawab atas serangan itu, mereka beralasan serangan itu dilakukan sebagai bentuk balas dendam atas penyerangan militer Prancis di kota Raqa, hal ini dibantah oleh banyak pihak, menurut mereka pihak ISIS nyaris tidak dirugikan sama sekali oleh serangan itu, sehingga jika mereka mengklaim melakukan pembalasan, apa yang dibalas?
Serangan itu, terlepas dari benar tidaknya keterkaitan ISIS, murni dilakukan atas dasar ketidakjelasan, sehingga banyak kalangan –termasuk anggota dan simpatisan kelompok radikal teroris—yang menyayangkan serangan itu. Beberapa dari mereka khawatir serangan itu justru mengurangi dukungan atau simpati masyarakat luas terhadap perjuangan mendirikan syariat Islam, utamanya karena seranga itu dilakukan secara membabi buta. Tentang ramainya dukungan dan simpati yang beredar di dunia maya atas serangan tersebut, beberapa kalangan menyebut mereka yang berisik di dunia maya hanyalah segelintir pemain baru yang sedang cari muka.
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud membenarkan tindak kekerasan, karena apapun alasannya –sekalipun dengan menggunakan alasan syariat islam—kekerasan tidak pernah dapat dibenarkan. Tulisan ini hanya mencoba menjelaskan munculnya fenomena baru dalam pemikiran dan aksi terorisme dunia, utamanya terkait dengan munculnya ISIS sebagai kelompok yang di satu sisi paling getol menyuarakan diri sebagai penegak syariat Islam, namun di sisi lain mereka juga dituding telah mencemarkan perjuangan mendirikan syariat Islam.
Serangan teror di Paris juga semakin menunjukkan bahwa kelompok teroris disesaki dengan orang-orang yang anarkis. Karenanya mereka jelas bukan orang yang paham agama, apalagi memperjuangkan agama; mereka hanya senang menyengsarakan sesama. Kekerasan yang dilakukan atas nama agama tentu tidak patut untuk dibela, karena agama hadir dengan membawa pesan perdamaian dan anti kekerasan.
Semoga kita selalu waspada!