BNPT–UNODC Perkuat Perlindungan Anak dari Rekrutmen Ekstremisme Digital

Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan komitmennya memperkuat perlindungan anak dari ancaman perekrutan ekstremisme berbasis digital. Upaya ini dilakukan bersama United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) melalui rangkaian kerja sama yang menekankan rehabilitasi dan pemulihan anak terdampak.

“Kami bersama UNODC membangun ketahanan anak. Ke depan, berbagai program rehabilitasi dan pemulihan akan dijalankan sesuai pedoman yang disusun KemenPPA dan BNPT dengan dukungan UNODC, agar masa depan anak-anak yang terpapar bisa kembali cerah,” ujar Kepala BNPT, Eddy Hartono, S.I.K., M.H., dalam Cross Country Learning Event di Jakarta, Senin (24/11).

Eddy juga menjelaskan pola rekrutmen melalui dunia digital yang kini semakin terstruktur. Prosesnya dimulai dari digital grooming, ketika penganut ideologi kekerasan membentuk kedekatan dengan target. Interaksi kemudian beralih ke ruang percakapan yang lebih privat, tempat normalisasi aksi kekerasan dilakukan hingga akhirnya mendorong anak untuk terlibat dalam tindakan berbahaya.

Dukungan internasional turut mengalir. Kepala Misi Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Stéphane Mechati, menilai perlindungan anak membutuhkan pendekatan menyeluruh lintas sektor.

“Uni Eropa tidak hanya hadir di forum global, tetapi juga bekerja langsung di lapangan. Pendekatan kami holistik, melibatkan BNPT, Densus 88, dan Kejaksaan Agung dalam aspek peradilan. Kita harus selalu ingat bahwa anak adalah korban,” ujarnya.

Perwakilan Densus 88 AT, Kompol Dian Indra Prambudi, menambahkan bahwa pembinaan anak yang terpapar ideologi kekerasan juga dilakukan melalui pengembangan keterampilan kewirausahaan.

“Kami bekerja sama dengan Sentra Handayani untuk memberi pelatihan berbasis agrikultur, seperti budidaya melon. Anak-anak terlibat langsung agar mereka mendapatkan pengalaman positif dan produktif,” jelasnya.

Delegasi dari Irak dan Nigeria yang hadir dalam kegiatan tersebut turut menyampaikan bahwa negara mereka menghadapi tantangan serupa, dan merasa bangga dapat bermitra dengan Indonesia, Uni Eropa, dan UNODC. Mereka sekali lagi menegaskan pentingnya memperlakukan anak yang direkrut jaringan kekerasan sebagai korban sekaligus memastikan proses reintegrasi berjalan agar rantai ekstremisme dapat diputus.