Jakarta – Penguatan kapasitas petugas lembaga pemasyarakatan (lapas) dalam menangani narapidana terorisme harus terus ditingkatkan. Narapidana terorisme memerlukan perlakuan yang berbeda dibandingkan narapidana kejahatan lainnya. Karena itulah, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus mendukung upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas dalam menangani narapidana terorisme.
Demikian ditegaskan Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius, saat memberikan pembekalan kepada pejabat dan alumni Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Angkatan 50 terkait nasionalisme dan bahaya radikalisme di Indonesia, Jakarta (24/7/2018). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pembekalan materi dan pengetahuan terhadap CPNS alumni Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) tentang pentingnya peran petugas dalam upaya penanggulangan terorisme melalui program deradikalisasi di dalam lapas.
“Ke depan tantangan dan tugas-tugas mereka (calon petugas lapas) yang dihadapi di lapangan akan semakin nyata dan jelas. Itu sebabnya BNPT memberikan informasi yang mereka butuhkan agar mereka dapat berhati-hati dalam penanganan narapidana terorisme khususnya.” Ungkap Suhardi.
Lebih lanjut, Mantan Sekretaris Utama Lemhanas ini menguraikan bahwa di seluruh Indonesia terdapat 113 lapas yang ditempati oleh napi terorisme. Tersebarnya napi terorisme di berbagai lapas tersebut menimbulkan sejumlah tantangan dan risiko di antaranya pengamanan yang tidak terpusat serta kemungkinan adanya narapidana lain yang berpotensi terinfiltrasi paham radikal di dalam lapas.
“Pola pendekatan yang terkontrol dan saling bersinergi dalam pemasyarakatan sangat diperlukan. Para napi juga perlu untuk diawasi dan diberikan pendidikan serta rehabilitasi supaya ketika nantinya mereka sudah bebas, meraka tidak akan mengulangi kesalahannya lagi serta dapat kembali hidup bermasyarakat,” jelasnya.
Salah satu cara BNPT menangani kasus napi teroris dengan cara melibatkan sejumlah pihak dalam melaksanakan program deradikalisasi. Beberapa waktu yang lalu (13/5/2018) BNPT dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah melakukan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) yang meliputi pertukaran data dan informasi, penanganan terhadap warga binaan pemasyarakatan, peningkatan kapasitas para petugas, dan kegiatan lainnya di bidang penanggulangan terorisme.
Penanganan narapidana terorisme ini menurut Suhardi memerlukan sinergi tidak hanya dengan lintas kementerian tetapi juga dengan masyarakat. Karena itulah, BNPT telah melibatkan semua pihak dalam menangani narapidana terorisme.
“BNPT telah melibatkan para psikolog dari sejumlah kampus, serta Ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). BNPT juga membuatkan cluster bagi para napi teroris, dari tingkatan yang paling berat sampai dengan yang paling ringan. Sehingga treatment kita jelas. Jangan sampai nanti kita berikan ulama yang ada di bawahnya. Bisa berbalik,” ucapnya.
Karena itulah, petugas Lapas menjadi garda depan dalam kesuksesan penanganan narapidana terorisme karena selalu bersentuhan langsung. Ia berharap peningkatan pengetahuan dan kapasitas petugas lapas ini terus ditingkatkan sebagai modal dasar mereka dalam melakukan treatment dan pendekatan secara berhati-hati dalam menangani narapidana terorisme.
“BNPT berharap para pejabat dan calon CPNS di Kementrian Hukum dan Ham memiliki kapasitas pemahaman yang utuh terkait penangan terroris dan harus menjalani pembinanan sesuai dengan SOP yang berlaku dan yang terpenting jangan terpapar,” pungkas Hardi.