Bandung,- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), terus melakukan upaya-upaya untuk mengatasi ancaman penyebaran paham radikalisme dan terorisme di semua kalangan, termasuk di kalangan masyarakat, generasi muda, mahasiswa dan mahasiswi di kampus-kampus seluruh Indonesia.
Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Kolonel Pas Drs. Sujatmiko mengatakan, pihaknya selama ini telah mengajak mahasiswa dan mahasiswi untuk berdiskusi, sebagai upaya pencegahan paham radikalisme di kalangan millenial.
“Jadi generasi muda, khususnya mahasiswa perlu tahu akar masalah mengapa terjadi radikalisme. Kemudian apakah radikalisme sedang menyerang generasi milenial,” ungkap Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Kolonel Pas. Sujatmiko pada acara seminar ‘Cegah Radikalisme Ala Milenial,’ yang berlangsung di Universitas Widyatama (UTama), Kota Bandung, Senin (9/12/2019).
Menurutnya, radikalisme bisa saja timbul dari lingkungan kaum millenial. Untuk itulah dirinya meminta kaum milenial harus mewaspadai lingkungan di sekitarnya, seperti lingkungan kampus dan lingkungan diluar kampus.
“Sebab radikalisme itu bisa berawal dari lingkungan, maka pahami dulu lingkungan di sekitarnya dan kemudian bagaimana menghadapi bila ada yang mencurigakan. Negara saat ini memperkuat startegi nasional dalam penanggulangan terorisme,” tutur alumni Sepa PK TNI tahun 1995 ini.
Dikatakannya, mahasiswa perlu untuk turut serta dalam mencegah radikalisme. Pasalnya, paham tersebut mudah dan cepat tersebar di tengah-tengah masyarakat. “Berdasarkan penelitian-penelitian, tingkat persentasenya di atas 10 persen kecenderungan radikalisme di Indonesia,” ujar alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.
Pihaknya sudah melakukan beragam program untuk mengatasi paham radikalisme. Sebelum terpapar, BNPT melakukan program kontra radikalisasi untuk menahan serangan propaganda dari penyebar paham radikalisme. Hal ini ditujukan kepada masyarakat yang dianggap rentan terpapar paham radikal terorisme tersebut.
Tak hanya itu mengungkapkan BNPT sendiri telah membentuk Duta Damai Dunia Maya dari kalangan milenial yang tersebar di 13 provinsi. Tidak hanya di Indonesia, Duta Dunia Maya ini juga sudah berkembang di kawasan negara ASEAN.
“Dan Alhamdulillah di Jabar sudah terbentuk. Tahun ini kita sudah membentuk Duta Damai Asia Tenggara. Tahun 2020 mendatang akan kita tingkatkan menjadi Duta Damia Global dari berbagai benua. Duta Damai Itu tugasnya melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan milenial dan menyebarkan konten dan juga informasi lain seperti web media sosial dengan menebarkan perdamaian,” kata mantan Komandan Batalyon Komando 466/Pasopati Paskhas TNI-AU ini
Pria yang dalam karir militernya banyak dihabiskan di lingkungan Detasemen Bravo 90/Anti Teror Paskhas TNI AU ini menegaskan bahwa dalam menangkal paham radikalisme tentunya merupakan tugas seluruh stakeholder di Indonesia. Ia berharap agar seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L) di Indonesia dapat bekerja sama memberantas radikalisme.
“Sinergitas 36 kementerian dan lembaga artinya kementerian dalam bidang apa pun dia mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan. Jadi ini sudah dihimpun maka akan dibentuk rencana aksi nasional, sehingga dalam upaya pencegahan radikalisme dan terorisme menjadi tanggung jawab seluruh stakeholder,” kata mantan Kepala Dinas Operasi (Kadis Ops) Lanud Sam Ratulangi Manado ini.
Dalam kesempatan tersebut dirinya juga menjelaskan bahwa BNPT terus melakukan program deradikalisasi terhadap narapidana terorisme dan juga mantan narapidana terorisme. Program tersebut kini, sudah menjamah 89 Lapas di 25 provinsi.
Lebih lanjut dijelaskannya, dalam emlakukan program deradikalsiasi di dalam lapas, langkah pertama yakni dengan melakukan identifikasi. Kemudian, memberikan wawasan kebangsaan dan keagamaan terhadap napi terorisme.
“Sedangkan di luar Lapas, ke keluarga mantan napi terorisme dengan program identifikasi dan re-edukasi, re-sosialisasi dan rehabilitasi agar mereka bisa kembali ke masyarakat,” ujarnya
Selain itu, kata dia ada program kewirausahaan kepada mantan napi teroris. Tujuannya, agar mereka bisa mendapatkan mata pencaharian serta mandiri. “Para mantan napi teroris ini punya keahlian apa, dibina sedemikian rupa agar bisa kembali ke masyarakat dengan baik,”ujarnya mengakhiri.
Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Widyatama (UTama), Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP, M.Si, mengatakan bahwa kampus UTama merupakan tempatnya orang yang berkembang dan pendidik serta orang-orang milenial.
Untuk itu pihaknya harus mengembangkan dengan cara milenial, dengan cara memenetrasi mereka agar tidak terpapar dan tidak terpengaruh oleh perkembangan yang dilakukan kaum radikalis. Pihaknya pun menyambut baik apa yang dikatakan pemerintah agar semua masyarakat dilibatkan dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme.
“Kita tahu betul pandangan di masyarakat itu tidak gampang, tapi kita tidak bisa melepaskan kepada aparat saja, kita meyakini bahwa seluruh masyarakat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati, kita harus perjuangkan, kita harus tentang gerakan apapun bentuk radikalisme,” ucap Prof Obi sapaan akrabnya.
Sebagai bentuk strategi, Obi menambahkan, mahasiswa seharusnya dilakukan penetrasi di dalam berbagai hal, misalnya mereka dilibatkan dengan organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan mereka bergerak di lingkungan masing-masing. Seperti UKM keagamaan, olahraga dan lainnya, sehingga mahasiswa lebih sportif, sibuk dan dia tidak lagi berpikir radikal.
“Misalnya ada yang mengembangkan paham itu, seperti yang pernah terjadi, mereka diberi kesempatan kepada stakeholder apapun bentuknya, deteksi dini kita lakukan,” kata Pria kelahiran Deli Serdang, 17 April 1969 ini.
Dia berharap, agar mahasiswa Universitas Widyatama lebih konsentrasi dan mereka agar cepat lulus. Meskipun ada kegiatan lain seperti softskill, maka softskill itu dilakukan di hari-hari tertentu dan tidak mengganggu perkuliahan.
Dalam kesempatan tersebut Prof Obi juga mengatakan, bahwa saat ini masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui makna dari radikalisme itu sendiri. Terlebih berdasarkan banyak riset, tidak semua millenial memahami radikalisme.
“Maka pemahaman ini perlu ditingkatkan, karena akan berbahaya. Bisa jadi seseorang tidak menyadari bahwa dirinya sedang diberikan materi-materi yang sebenarnya itu radikalisme,” kata pria yang juga Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung ini
Selain itu, Obsatar menilai saat ini pemerintah masih belum tegas dalam menentukan siapa yang memiliki kewenangan khusus untuk menanggulangi terorisme. Pasalnya saat ini tidak hanya ada dari pihak kepolisian namun ada beberapa badan lain yang juga menangani terorisme.
“Negara juga masih belum menentukan siapa yang sebetulnya berhak untuk fokus menanggulangi terorisme. Apakah polisi, tapi dia pun juga punya tugas mengatur lalu lintas ketertiban umum dan jadi belum terfokus,” kata pria yang juga menjadi dosen non organisk di Seskoad, Seskoau maupun Sesko TNI ini.
Seperti diketahui, seminar dan deklarasi ‘Cegah Radikalisme Ala Milenial’ yang dihadiri tidak kurang 300 orang ini diselenggarakan atas kerjasama Universitas Widyatama dengan Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTV) Jawa Barat. Narasumber lain yang hadir yakni Radi Setiawan selaku Kepala Bidang Pembinaan, Bimbingan dan Teknologi Informasi kanwil Kemenkum HAM, Jawa Barat dan AKBP Drs. Rizal Wirawan, SH.,MH, selaku Kasubdit Kamsus Dit. Intelkam Polda Jabar.