Jakarta – Paham radikal sudah mulai menyusup menjelang Pemilu 2024. Bahkan ada partai politik yang tak lolos verifikasi Pemilu 2024 terafiliasi dengan jaringan terorisme.
“Jadi memang benar kalau dibilang tidak ada tidak mungkin saya bilang tidak ada, tapi yang benar itu ada. Ada itu sudah ada perubahan strategi dari peluru ke kotak suara. Ini adalah salah satu siasat jaringan-jaringan yang terafiliasi termasuk kelompok intoleran untuk bisa menjadi bagian dalam pesta demokrasi untuk masuk ke dalam pesta demokrasi kita,” kata – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, MH, pada Dialog Kebangsaan Bersama Partai Politik Dalam Rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024 di Hotel St. Regis, Jakarta, Senin (13//3/2023).
Makanya, lanjut Boy, dalam verifikasi dan sebagainya itu, pihaknya juga diminta klarifikasi dari masyarakat bahwa ada partai-partai tertentu yang diindikasikan bahwa calon-calon pengurusnya ada afiliasi ke kelompok-kelompok jaringan teroris.
“Tentu kita tidak bisa ekspos di sini tapi kita berikan masukan,” sambungnya.
Boy Rafli mengatakan ada satu partai politik yang terindikasi terafiliasi dengan jaringan terorisme. Namun dia tak mengatakan nama partai tersebut.
“Satu partai. Tapi saya lihat daftarnya tidak masuk. Kita harus jaga ke depan jangan sampai nanti membentuk partai baru tetapi pengurusnya itu adalah background-nya, latar belakangnya adalah kelompok intoleran, radikal, teroris. Background-nya ya, pengurusnya ya. Belum lagi platform, asas partai tentu tidak boleh lepas dari ideologi negara Pancasila,” ujarnya.
Dia mengatakan partai politik yang terafiliasi paham radikal tersebut merupakan partai yang tak lolos verifikasi tahapan Pemilu. Hal itu menjadi upaya dari jaringan terorisme untuk merusak pesta demokrasi.
“Terafiliasi ya. Dalam hal ini tidak lolos verifikasi karena ya memang kita sudah dapat masukan-masukan dari awal dan Insyaallah yang lolos ini adalah sifatnya clear. Jadi yang berapa yang tidak lolos itu yang hari ini kami katakan ada indikasi,” ujarnya.
Kondisi-kondisi seperti ini, kata Boy, agar menjadi kewaspadaan bagi kita bersama. Yang kedua di mata jaringan teroris lokal maupun global, hukum negara di Indonesia dianggap sebagai hukum kafir, produk kafir.
“Apa perlu antisipasinya? Mereka sangat pasti tidak suka dengan pesta demokrasi yang kita laksanakan. Upaya-upaya mengganggu pesta demokrasi dengan cara kekerasan apalagi mereka memang ideologi-ideologi terorisme yang berbasis kekerasan harus kita waspadai,” jelas Boy.
Boy mengatakan kerja sama untuk mewaspadai dan mencegah penyusupan paham terorisme di Pemilu 2024 perlu dilakukan oleh berbagai pihak. Dia menyebut hal itu harus dilakukan agar masyarakat juga tak terbawa dengan paham tersebut.
“Jadi pengalaman-pengalaman itu menandakan bahwa mereka sudah pasti tidak suka dengan sistem demokrasi yang berjalan dengan hukum negara karena mereka punya konsep sendiri. Jadi kita harus waspada bersama untuk kita cegah jangan sampai masyarakat kita terbawa dengan alunan, kegiatan-kegiatan yang mereka bangun, oleh karena itu, menjadi bagian kita semua untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat kita,” tandas mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini.