Banjarmasin – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen (Pol) Ir. Hamli, M.E., menyebut potensi radikal di Indonesia tergolong kecil. Akan tetapi dia mengingatkan masyarakat untuk tetap mengedepankan sikap waspada.
Menyampaikan pidato kunci dalam pembukaan kegiatan dialog Pelibatan Komunitas Seni dan Budaya dalam Pencegahan Terorisme di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (31/5/2017), Hamli menyebut angka 72 persen masyarakat Indonesia masuk kategori antiradikal.
“Yang harus diwaspadai, dari jumlah yang berfikiran radikal tujuh koma tujuh persen berpotensi melakukan kekerasan, dan nol koma empat persen lainnya tercatat pernah melakukan kekerasan,” ungkap Hamli.
Dalam sambutannya Hamli juga mengungkapkan fakta radikalisme di kalangan pemuda, yaitu persetujuan atas aksi yang dilakukan oleh Amrozi dan Imam Samudera.
“Oleh karena itu kami tidak henti mengingatkan, masyarakat harus tetap waspada,” tegas Hamli.
Hal lain yang juga harus diwaspadai oleh masyarakat adalah perubahan pola rekrutmen pelaku terorisme. Perkembangan teknologi disebutnya sebagai hal yang saat ini sudah digunakan oleh kelompok pelaku terorisme. “Jika dulu merekrut pelaku (terorisme) dilakukan dengan tatap muka, sekarang cukup melalui media sosial. Ini sudah ada temuan kasusnya,” terangnya.
BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi, masih kata Hamli, terus melakukan berbagai upaya pencegahan terhadap potensi radikal terorisme yang ada di masyarakat. Salah satunya melalui pendekatan seni dan budaya yang dinilai memiliki daya cegah.
“Sastra merupakan elemen penting dalam membentuk watak yang sensitif, kegiatan ini merupakan ikhtiar mengajak masyarakat dalam rangka pencegahan terorisme,” pungkas Hamli.
Dialog Pelibatan Komunitas Seni dan Budaya dalam Pencegahan Terorisme di Banjarmasin terselenggara atas kerjasama BNPT dan FKPT Kalimantan Selatan. Kegiatan ini sudah dan akan dilaksanakan di 32 provinsi se-Indonesia sepanjang tahun 2017. [shk/shk]