Bintan – Kepala Subdirektorat Pemulihan Korban BNPT, Kolonel (Czi)Roedy Widodo, menyebut intoleransi sebagai cikal bakal sikap radikal dan aksi terorisme. Moderasi beragama dinilainya sebagai langkah tepat untuk duterapkan mengatasi permasalahan tersebut.
Demikian disampaikan Roedy saat menjadi pemateri di kegiatan Internalisasi Nilai-nilai Agama dan Budaya dalam Menumbuhkan Harmoni di Sekolah yang diselenggarakan oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegaha Terorisme (FKPT) di Bintan, Kepulauan Riau, Kamis (12/3/2020).
“Selain intoleran, ciri-ciri lain radikalisme dan terorisme adalah anti Pancasila, anti NKRI, dan sangat mudah mengkafirkan orang lain,” ujar Roedy.
Dalam paparannya Roedy juga mengatakan, sifat dan sikap radikal seseorang tidak dapat dilihat hanya secara fisik, sehingga setiap orang tidak dibenarkan melakukan justifikasi.
Pelibatan guru mata pelajaran agama yang dilaksanakan oleh BNPT dan FKPT pada tahun 2020, masih kata Roedy, memilih tema moderasi beragama. Hal itu dinilainya sebagai kebutuhan untuk disebarluaskan dalam mengatasi tantangan penyebarluasan paham radikal terorisme.
“Moderasi beragama adalah ketika setiap umat beragama dapat menjalankan ajaran agamanya dengan bebas tanpa adanya tekanan pihak manapun. Intinya adalah sikap toleran yang akan mampu membendung munculnya sikap radikal dan aksi terorisme,” jelas Roedy.
Sementara Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kepulauan Riau, Elman Krisos, pada kesempatan yang sama menyebut kearifan lokal sebagai sarana yang tepat membendung penyebarluasan paham radikal terorisme. Dalam konteks Kepulauan Riau, Gurindam 12 dinilainya memiliki korelasi yang tepat dengan moderasi beragama.
“Tanamkan makna-makna yang terkandung dalam Gurindam 12 pada anak-anak kita, agar mereka mampu saling menghargai sesama. Kemampuan menghargai itulah yang diharapkan muncul dari moderasi beragama,” ujar Elwan. [shk/shk] Attachments area