Tingkat bahaya terorisme terus meningkat setiap harinya, ideologi kekerasan yang mendorong masyarakat untuk berbuat keji atas nama kepentingan agama telah lama menjadi momok menakutkan bagi masyarakat, karenanya diperlukan upaya tegas pemerintah untuk memastikan masyarakat dapat tenang dan tentram. Tegas di sini tidak hanya bermakna menangkap para pelaku teror dan menjebloskannya ke lembaga pemasyarakatan, tetapi juga memberikan pembinaan kepada mereka agar menyadari perbuatannya yang telah merugikan banyak orang, termasuk dirinya sendiri.
Untuk tujuan di atas, BNPT mengumpulkan para aparat penegak hukum dalam sebuah workshop dnegan tema “Pembinaan Kemampuan Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme” yang dilaksanakan mulai tanggal 1-3 Desember 2015, di Golden Boutique Hotel, Jakarta.
Dikatakan oleh Deputi II bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan, Irjen Pol. Arief Dharmawan, terorisme merupakan masalah yang sangat kompleks. Ideologi dan aksi kekerasan ini dilatari oleh banyak hal, variasi gerakan dan serangannya juga sangat beragama, karenanya diperlukan pendekatan yang tepat untuk menangani perkara terorisme. “Definisi tentang terorisme selalu bergantung pada siapa yang menyatakan, dalam konteks apa ia menyatakan, dan untuk kepentingan apa definisi itu dikeluarkan,” jelasnya.
Di Indonesia menurutnya, terorisme selalu dikaitkan dengan Islam, padahal semangat dasar dari terorisme adalah keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI serta ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang tidak sesuai dengan kesepakatan bangsa, karenanya terorisme adalah ancaman untuk keutuhan dan kemakmuran NKRI.
Irjen Pol. Arief Dharmawan juga menekankan bahwa terorisme adalah masalah yang sangat serius, terutama karena saat ini terorisme telah menjadi masalah global. “Beberapa WNI bahkan telah bergabung dengan kelompok teroris internasional seperti ISIS,” Ungkapnya. Ia menjelaskan terdapat setidaknya tiga subjek utama yang mendorong masyarakat bergabung dengan ISIS, yakni ideologi, bayangan kemakmuran, dan patron.
Dari sisi ideologi, kelompok terorisme selalu memainkan isu kekhalifahan serta tafsiran-tafsiran sempit atas ajaran agama, khususnya terkait dengan perang akhir zaman. Dari sisi bayangan kemakmuran, masyarakat cenderung memilih bergabung dengan kelompok teroris di Timur Tengah sebab mereka ingin melakukan penguasaan atas ladang-ladang minyak dan sumberdaya alam lainnya. Subjek terakhir adalah Patron dan client dimana para napi terorisme berbaiat kepada ISIS dengan harapan bisa dibebaskan dari penjara negara kafir, hal ini diikuti pula dengan sikap tokoh-tokoh sentral kelompok radikal yang juga berbaiat kepada ISIS dan menjadi perekrut untuk anggota baru.
Penguatan kemampuan aparat penegak hukum yang dilakukan BNPT ini merupakan respon badan negara ini dalam penanggulangan terorisme, serta jaminan kepada masyarakat bahwa terorisme tidak akan mendapat tempat di negeri ini.