Jakarta – Research Center for Security and Violent Extremism (ReCURE)
bersama Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas
Indonesia secara perdana meluncurkan Indeks Terorisme Dunia (World
Terrorism Index/WTI) di Jakarta, Senin (13/1). WTI ini menyajikan data
secara kualitatif dan kuantitatif tentang fenomena terorisme global.
Berdasarkan Indeks Terorisme Dunia, Indonesia menempati peringkat
ke-51 dari 127 negara dengan kategori terdampak rendah akibat serangan
terorisme. Peringkat ini diperoleh setelah sepanjang 1 Januari hingga
31 Desember 2024, tidak terjadi satu pun serangan teror di Indonesia.
Namun selama periode itu, terjadi penangkapan terhadap 18 tersangka
teroris. Posisi Indonesia tersebut di atas Korea Selatan, namun di
bawah Cile. Ketiga negara ini sama-sama memiliki skor 18.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Komjen Pol. Eddy Hartono mengatakan, pihaknya akan menggunakan
data WTI yang diluncurkan oleh UI sebagai rujukan penyusunan strategi
pencegahan terorisme yang sistematis, terpadu, dan berkesinambungan ke
depannya.
Ia menambahkah bahwa data yang dihasilkan oleh WTI sejalan dengan
indeks yang menjadi rujukan BNPT selama ini, yaitu Global Terorrism
Index (GTI) yang menempatkan Indonesia sebagai negara yang terdampak
rendah terhadap aksi terorisme (low impacted of terrorism) serta
Global Peace Index (GPI) yang menempatkan Indonesia pada kategori aman
dan damai (high peace).
“World Terrorism Index ini saya apresiasi terhadap Universitas
Indonesia,” kata Eddy dalam kegiatan Diskusi dan Peluncuran World
Terrorism Index di Jakarta, Senin (13/1), seperti dikonfirmasi di
Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Dalam penyusunan strategi pencegahan terorisme berdasarkan WTI, dia
mengatakan pihaknya bersama dengan kementerian/lembaga bisa
menggandeng lembaga pengkajian dan pendidikan terkait.
BNPT, kata dia, tinggal mengolaborasikan kekuatan negara untuk
sama-sama melakukan pencegahan. Amanat undang-undang bahwa negara
wajib melakukan pencegahan terorisme dan dilakukan secara
terus-menerus, sistematis, terpadu, dan berkesinambungan.
Lebih lanjut Eddy menegaskan bahwa WTI sejalan dengan amanat UU Nomor
5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, khususnya
pada bagian kesiapsiagaan nasional dalam pengembangan kajian
terorisme.
Di sisi lain, dia menekankan bahwa ruang siber saat ini menjadi arena
dominan bagi perkembangan jaringan terorisme dan penyebaran paham
radikal.
Oleh karena itu, kata dia, berbagai langkah pencegahan, terutama dalam
konteks kontraradikalisasi untuk mengendalikan ancaman terorisme
menjadi penting.
“Ini yang menjadi concern kami melakukan langkah-langkah bahwa
pencegahan ini perlu, baik dalam konteks kontraradikalisasi sehingga
ke depannya terorisme ini tetap terkendali,” ucap dia.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!