Makassar – Dai dan daiyah menjadi salah satu garda terdepan dalam pencegahan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama. Untuk itu, dai dan daiyah diharapkan menyampaikan dakwah tentang Islam wasathiyah, islam rahmatan lil alamin dan akhlakul karimah.
“Ancaman intoleransi, radikalisme, terorisme masih jadi ancaman laten dan potensil yang tidak bisa dihadapi secara parsial. Tapi butuh keterlibatan multipihak. Dalam kaitan ini, penting pelibatan dai dan daiyah yang langung bersentuhan dengan masyarakat dan umat,” ujar Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Nisan Setiadi, SE, MSi, di Makassar.
Pernyataan itu diucapkan Deputi 1 BNPT pada Sarasehan Dai dan Daiyah Sulawesi Selatan (Sulsel) di Makassar, , Kamis (20/7/2023). Sarasehan itu dihadiri kurang lebih 150 dai dan daiyah dari berbagai ormas Islam seperti Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, As‘Adiyah, IMIM, dan lain-lain. Kegiatan itu menghadirkan narasumber Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, Direktur Pencegahan BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, MA, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Prof Dr KH Nadjamuddin Lc MA, dan Kepala Urusan Agama Islam Kemenag Sulsel Dr Wahyudin Hakim MHum.
Nisan mengungkapkan, BNPT memiliki tiga strategi pencegahan radikalisme dan terorisme yaitu kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Pelibatan dai dan daiyah ini adalah bagian dari strategi kontra radikalisasi yang didalamnya ada kontra ideologi, kontra narasi, dan kontra propaganda.
“Dai dan daiyah berperan penting memperkuat imunitas masyarakat agar tidak terpapar virus intoleran, radikalisme, dan terorisme. Karena itu dai dan daiyah saat berdakwah bisa menyampaikan islam yang moderat atau wasathiyah, rahmatan lil alamin, dan islam yang akhlakul karimah,” tutur Nisan.
Ia menambahkan bahwa intoleransi, radikalisme, dan terorisme seperti virus Covid-19. Siapa saja bisa terpapar, dimana saja, dan kapan saya. Dan yang terpapar itu tidak harus orang dengan ekonomi lemah, tetapi juga professor, doktor, dokter, TNI, Polri, ASN, dan lain-lain.
Nisan menilai ideologi intoleransi, radikalisme, dan terorisme itu penyebaran lebih membumi dibandingkan dari komunisme. Pasalnya, radikalisme dan teroirmse menawarkan bahagia dunia dan akhirat dengan mati syahid karena akan masuk surga dan bertemu 70 bidadari. Sedangkan ajaran komunisme hanya menawarkan kebahagian dunia.
“Mereka membajak agama melalui ayat-ayat kitab suci, seolah-olah itu perjuangan jihad dan menghalalkan kekerasan. Mereka itu, sering menyalah tafsirkan masalah agama untuk kepentingan meradikalisasi masyarakat. Untuk itu, dai daiyah perlu memberikan pencerahan dengan islam moderat wasathiyah dan islam rahmatan lil alamain,” paparnya.
Pada hakekatnya, lanjutnya dakwah bertujuan mengajak dan mendorong untuk berbuat kebaikan. Karena itu dakwah harus dengan cara santun dan baik agar mampu merebut hati rakyat agar selalu konsisten.
“Jangan ada dai dan daiyah dalam dakwah itu memprovokasi, mengadu domba, menjelekkan pemerintah yang ujungnya selesai pengajian, masyarakat malah hatinya panas, dan ingin berbuat melawan pemerintah. Jadi peran dai daiyah sangat besar sekali, karena langsung bersentuhan dengan masyarakt dan kelompok di wilayahnya,” ungkap mantan Komandan Pusat Kesenjataan Artileri Pertahanan Udara TNI AD ini.
Ia yakin tidak ada satu agama di Indonesia yang mengajarkan boleh menyakiti, membuat keonaran, menghalalkan segara cara yang katanya untuk jihad, mengkafirkan orang walapun sama-sama beragama, bahkan satu agama. Menurutnya, di Indonesia negara yang harus beragama, tapi bukan negara agama.
“Kita harus harmoni dalam kebhinekaan. Kita boleh berbeda tapi kita bersaudara,” tukas Nisan.
Karena itu, katanya, BNPT bersama Kemenag, MUI, serta ormas islam, penting bekerjasama dan berisinergi dalam meningkatkan kompetensi dai dan daiyah dalam mencegah paham intoleran, radikalisme dan terorisme. Pasalnya, orang jadi teroris tidak ujug-ujug. Pertama intoleran dulu biasanya mereka inklusif. Lalu meningkat jadi radikal, terakhir jadi teroris dengan melakukan amaliah.
Untuk itu, ujar Nisan, pencegahan atau deteksi dini sangat penting, terutama melalui elemen dai dan daiyah melalui dakwah moderat. Saat ceramah dai dan daiyah harus sampaikan sesuatu yang sejuk, yang menggugah kerukunan antar umat beragama dan bangsa untuk kepentingan bangsa. Apalagi perbedaan itu sunatullah.
Nisan mengatakan, kegiatan Sarasehan Dai dan Daiyah ini merupakan momentum memperat tali silaturahim dan kerjasama BNPT dengan multipihak atau pentahelix yaitu dengan pemerintah, akademisi swasta, media, dan organisasi masyarakat seperti dai dan daiyah.
“Saya ucapkan terima kasih kepada instansi pemerintah dan organisasi keagaaman dengan sinergi pencegahan intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Saya berharap dai dan daiyah terlibat aktif memberikan edukasi dan pencerahan kepada masyarakat agar tidak terpapar intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, memberikan apresiasi tinggi dengan kegiatan ini. Menurutnya, ini upaya yang sangat bagus dilakukan BNPT dalam memperkuat upaya pencegahan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
“Saya ucapkan selamat kepada BNPT mampu menghimpun dan mengumpulkan penguasa-penguasa mimbar di Sulawesi Selatan ini. Saya senang karena materi dan peserta kegiatan ini sangat luar biasa. Ini orang pintarnya Sulawesi Selatan berkumpul di sini. Ini prestasi tersendiri bagi BNPT,” ujar Prof Nasaruddin.
Ia berharap, di tempat lain juga BNPT bisa menciptakan kegiatan dengan merangkul para dai dan daiyah. Menurutnya sangat penting memberikan informasi-informasi pencegahan radikalisme dan terorisme kepada para dai dan daiyah.
“Semoga ke depan BNPT terus menemukan cara terbaik untuk menyelamatkan warga bangsa dan umat dari berbagai macam aspek-aspek negatif daripada radikalisme dan terorisme.