Bandung – Letak Geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang sebagian besar lautan tentunya sangat rentan terhadap tindak kejahatan. Potensi ancaman keamanan tentunya sangat tinggi. Apalagi dengan memiliki garis pantai yang cukup panjang tentunya menjadi celah bagi orang untuk dapat masuk ke wilayah pulau tersebut.
Wilayah utara Indonesia seperti Kamimantan, Sulawesi dan Maluku Utara yang berbatasan langsung dengan Filipina tentunya bisa menjadi celah bagi para pelaku kejahatan seperti terorisme untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Guna memperkuat sinergitas pengawasan terhadap wilayah Indonesia agar tidak mudah disusupi kelompok-kelompok teroris, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Subdit Pengawasan pada Direktorat Pencegahan bersama instansi terkait seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan Ancaman Terorisme di wilayah perbatasan Maluku Utara. Rakor tersebut digelar di Hotel Intercontinental, Bandung, Rabu (28/3/2018)
“Yang menangani masalah terorisme itu sebenarnya banyak, tidak hanya satu instansi. Seperti BNPT saja Untuk hard approach ada Polri dan dibantu TNI, sementara untuk soft approach dilakukan oleh beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) dengan BNPT sebagai coordinator,” ujar Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. Ir.Hamli, ME, dalam sambutannya saat membuka Rakor tersebut.
Dikatakan alumni Sepamilsuk ABRI tahun 1989 ini, salah satu tugas pokok BNPT adalah melakukan upaya pencegahan, bukan di penegakkan hukum. Pencegahan itu salah satunya melakukan pengawasan terhadap barang dan juga orang. Karena dengan melakukan pengawasan terhadap barang dan orang minimal ancaman terorisme ini akan berkurang.
“Jadi tujuan digelarnya rakor ini adalah untuk menyamakan persepsi bagaimana kita bersama-sama melakukan pengawasan terhadap orang tersebut di perbatasan. Untuk itu kami mengundang dari pihak Bakamla dan BAIS untuk memberikan materi dari perspektifnya masing-masing,” ujar Brigjen Pol. Hamli.
Pria yang pernah menjadi Kabid Pencegahan Detasemen Khusus (Densus) 88/AmntiTeror Polri ini menjelaskan bahwa terorisme itu sendiri sebenarnya tidak identik dengan islam. Karena ekstrimisme radikalisme itu juga ada di agama-agama lain selain islam.
“Dan munculnya kelompok ISIS (Islamic State Iraq and Suriah) ini disebabkan oleh Arab spring. Jadi jangan identikkan islam dengan terorisme, karena mereka hanya menggunakan apa yang ada di dalam Al Quran untuk melegalisasi apa yang mereka lakukan,” ujarnya..
Dijelaskannya alumni Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini., selama ini kita melawan kekerasan yang tidak ada kaitannya dengan agama, namun kelompok-kelompok radikal tersebut melakukan tindakan kekerasan dengan membawa simbol agama.
“Jadi kita harus hati-hati karena mereka akan membawa ayat-ayat dalam agama. Dan bahkan banyak mahasiswa dari Perguruan Timggi Negeri (PTN) terutama yang mengambil jurusan eksakta yang kena radikalisme Tidak hanya itu hasil temuan intelijen dikatakan bahwa orang-orang teror mengatakan mereka tidak memasuki SMA, tapi dari mulai PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ujarnya.
Sementara itu Kasubdit Kerjasama Dalam Negeri Bakamla, Kolonel Kav. Muhammad Irawadi, S.E, menjelaskan bahwa posisi geografis indonesia yang berbatasan dengan laut dengan berbagai negara memiliki konsekuensi tersendiri. Tidak hanya berkaitan dengan terorisme, tapi juga terkait narkotika. Potensi ancaman keamanan tentunya sangat tinggi seperti sengketa wilayah di laut Cina Selatan, redistribusi kekuatan di asia pasifik yang bersifat destablising, keamanan laut di Selat Malaka, laut Natuna, dan laut Sulawesi (Perompakan).
“Posisi Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, serta letak yang menguntungkan pasti memiliki konsekuensinya seperti potensi konflik. Selain tingginya beban asuransi maritim, penyelundupan narkotika,” ujanrya.
Dirinya menjelaskan, Bakamla sendiri selama ini bergabung dengan Satgas 115 (Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal) untuk memberantas IUU (Illegal, unreported, undocumented) fishing. “Bakamla sendiri tidak memiliki direktorat intelijen. Hanya ada pengelolaan data dan informasi, tapi konsekuensinya tidak dapat melakukan operasi,” ujarnya.
Menurutnya, Bakamla dengan BNPT selama ini sudah melaksanakan diskusi untuk melakukan MoU. Namun MoU itu sampai saat ini masih belum ditandatangani. “Dan tupoksi Bakamla sendiri selama ini melakukan penjagaan, pengawasan, pencegahan perairan teritorial sampai laut lepas. Pengawasannya meliputi semuanya. Melakukan patroli. Nanti dilihat mana yang bisa disinkronkan dengan BNPT,” katanya
Sementara itu Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Kolonel Pas. Sujatmiko mengatakan bahwa selama ini Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Terorisme masih terus dilakukan oleh Pansus RUU di DPR RI. Pemerintah sendiri masih memandang serius dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan terorisme.
“Proses revisi RUU terorisme saat ini masih terus berlangsungt, yang belum sepakat masalah pelibatan TNI. Di dalam RUU itu juga masih mengedepankan pentingnya pencegahan. Dimana BNPT bertugas melakukan koordinasi, membuat kebijakan dan membentuk satgas,” ujanrya.
Alumni Sepa PK tahun 1995 ini mengakui bahwa kesulitan di BNPT setelah ada perubahan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Dimana di dalam SOTK yang baru, MoU bukan dilaksanakan oleh pelaksana, tapi oleh Biro Perencanaan.
“Dan untuk saat ini tugas pengawasan hanya terbatas pada pengawasan perbatasan, karena terkait dengan anggaran yang turun. Kedepannya pengawasan akan lebih luas lagi, tidak hanya terbatas pada wilayah perbatasan saja,” ujarnya alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro ini mengakhiri