Jakarta – Aksi terorisme yang pernah terjadi di Indonesia mulai dari kurun waktu awal tahun 2000-an telah menimbulkan banyak korban baik meninggal ataupun luka-luka. Melihat dari korban-korban terorisme sejak bom malam Natal tahun 2000 hingga bom terminal Kampung Melayu, pemulihan terhadap korban terorisme biasanya memakan waktu yang tidak sebentar. Karena pemulihan korban terutama dalam kasus ledakan bom membutuhkan upaya ekstra dan berkelanjutan.
Untuk itu Badan Nasional Penanggulangan Terorirme (BNPT) melalui Subdit Pemulihan Korban pada Direktorat Perlindungan Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi sebagai Subdit baru di BNPT terus berupaya memyusun kebijakan ataupun instrumen yang ditujukan kepada para korban akibat dari tindakan terorisme.
Hal tersebut terlihat saat Subdit pemulihan korban ini kembali menggelar acara Konsinyering lanjutan yang kali ini terkait Perumusan Modul Training Untuk Assesor Medis dan Psikologis di Hotel Cipta, Jakarta pada Selasa (24/10/2017).
Kasubdit Pemulihan Korban, Kolonel Czi. Roedy Widodo menjelaskan bahwa jika pada pelaksanaan konsinyering sebelumnya BNPT belum melakukan identifikasi terhadap korban aksi terorisme, maka konsinyering pada hari ini terkait tindak lanjut setelah BNPT melakukan identifikasi terhadap para korban bom dari aksi terorisme di wilayah Bali dan DKI Jakarta
“Jika pada konsinyering sebelumya kita menghadirkan banyak unsur baik dari Kemenkopolhukam, Kemenkes, Baharkam Polri, Puslabfor Polri, Kemensos, Densus 88 Polri, Dokter, Pskokolog dan juga BNPB dimana pada saat itu kami belum mengidentifikasi para korban, maka di konsinyering kali setelah kita mengidentifikasi korban kami hanya menghadirkan Dokter, Psikolog saja,” ujar Kolonel Roedy Widodo disela-sela acara.
Lebih lanjut pria asli Semarang ini mengatakan bahwa maksud daripada kegiatan konsiyering ini yakni sebagai sarana diskusi dengan pakar di bidang medis dan psikologis untuk merumuskan modul dan skema yang akan digunakan dalam kegiatan rehabilitasi medis, psikologis dan psikososial.
“Yang dimana konsiyering ini memiliki tujuan agar dapat tersusunnya skema dan alur kerja instansi yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi yang akhirnya bisa terumusnya modul yang akan digunakan dalam kegiatan rehabilitasi sehingga dapat terlaksananya pemulihan bagi korban terorisme yang tepat, efektif dan bermanfaat,” ujar alumni Akmil tahun 1990 ini.
Dikatakan mantan Dandim 0603/Lebak ini, menjelaskan bahwa kegiatan Konsinyeriang ini digelar dengan menggunakan metode diskusi panel, konsultasi dan Focus Group Discussion (FGD) yang dimana pokok bahasannya adalah membuat skema alur pelayanan medis dan psikologis bagi korban terorisme serta membuat draft modul pelayanan medis dan psikologis.
“Yang diharapkan dapat tersusunnya alur dan skema kerja diantara lembaga yang terlibat sehingga kegiatan rehabilitasi berjalan efektif dan tepat sasaran, lalu dapat terumusnya modul kegiatan untuk dijadikan panduan dalam pelaksanaan rehabilitasi medis, psikologis dan psikososial yang kmudian dapat terimplementasinya peran negara dalam rangka memberikan pendampingan dan pemulihan kepada warga negaranya pasca aksi terorisme,” ujarnya mengakhiri.