Surabaya – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Duta
Damai Provinsi Jawa Timur (Jatim) menggelar diskusi berjudul
Penanggulangan Terorisme Pasca Pembubaran Jamaah Islamiyah (JI) di
Aula Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur, pada Rabu (16/4/2025). Dalam
diskusi tersebut turut mengundang pembicara Prof. Dr. Husniyatus
Salamah Zainiyati dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel
Surabaya, Kepala Badan Kesbangpol Jawa Timur Eddy Supriyanto, dan
Farabi Ferdiansah selaku Executive Director of Digital Resilience
Indonesia.
Direktur Pencegahan BNPT Prof. Irfan Idris mengungkapkan tantangan
baru pasca pembubaran JI pada akhir tahun 2024 lalu. Menurutnya,
secara organisasi JI memang sudah membubarkan diri, namun bagaimana
dengan simpatisan atau pesantren yang sudah terinfiltrasi?
“Inilah tantangan kita ke depan, organisasinya sudah bubar, namun bisa
jadi ada penolakan yang memunculkan sel-sel baru, yang perlu kita
waspadai,” ucap Irfan Idris.
Perlu diketahui, selama lebih dari 3 dekade (1993-2024) berkiprah, JI
telah mengalami banyak penangkapan amir dan anggotanya. Namun hingga
2024, JI masih terus eksis dan menyebarkan ideologinya. Bahkan di masa
kepemimpinan Para Wijayanto, Amir JI periode 2008-2019 JI
bertransformasi menjadi organisasi yang lebih mapan, dinamis, dan
mampu melakukan infiltrasi ke dalam dengan sistem politik Indonesia,
organisasi masyarakat dan komunitas anak muda.
Dalam diskusi ini dipaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Farabi Ferdiansah berjudul Pola Komunikasi Jamaah Islamiyah: Analisa
Strategi dan Adaptasi Pasca Pembubaran JI. Dalam paparannya, Farabi
menganalisa sepak terjang JI dengan analisa teori-teori ilmu
komunikasi. Hal ini dilakukan untuk melihat lebih jauh pengaruh dan
pola komunikasi JI dalam beradaptasi dan mempertahankan organisasinya
selama 31 tahun.
“Ini untuk mengulas lebih jauh bagaimana komunikasi organisasi JI
dalam mempertahankan pengaruh dan eksistensi organisasinya,” ujar
Farabi Ferdiansah, lulusan magister dari University of Sussex, UK.
Menurut Farabi, Para Wijayanto merupakan Amir JI yang memiliki
leadership yang ulung. Para, sebagai mantan General Manajer HRD sebuah
perusahaan percetakaan besar di Indonesia, memiliki pengalaman dalam
membangun sistem dan mengelola organsasi. Para menerapkan Total
Amniyyah System and Total Solusion (Tas Tos) dengan Strategi Tamkin
sebagai komunikasi risiko organisasi dalam menghindari incaran aparat.
“Ini luar biasa, bagaimana organisasi teroris menerapkan komunikasi
risiko laiknya perusahaan. Di masa Para Wijayanto, JI tidak melakukan
aksi pemboman, tapi menguatkan kekuatan internal organisasi dengan
kaderisasi dan pengembangan jaringan,” ujar Farabi di hadapan peserta
dari kalangan mahasiswa dan organisasi kemasyarakatan.
Dalam Tas Tos, dijelaskan bagaimana mengantisipasi kejaran aparat
kepolisian dengan membangun organsiasi dengan system sel terputus,
menggunakan alat komunikasi yang aman, pengamanan anggota, taktik
intelijen dan kontra intelijen.
Sedangkan dalam Strategi Tamkin, Farabi menambahkan, JI tidak lagi
menempatkan Indonesia sebagai wilayah garapan utama (wilgarut) yang
harus diperangi. Sehingga, di masa Para Wijayanto JI melebarkan sayap
dengan menguatkan pendidikan, kaderisasi JI muda, infiltrasi ke dalam
organisasi masyarakat, mengembangkan sasana bela diri untuk
mempersiapkan kekuatan dan mengirim anggota JI ke Timur Tengah. Hal
ini dilakukan untuk mempersiapkan kekuatan dan jaringan dalam
membentuk negara daulah Islam.
“Sejak 2013, sudah ada 7 angkatan muda JI, dengan total lebih dari 60
anggota JI telah berangkat ke Timur Tengah,” kata Farabi.
Dalam presentasi Prof. Dr. Husniyatus Salamah Zainiyati, atau yang
kerap disapa Prof. Titi, memaparkan perlunya kesadaran masyarakat
untuk berfikir kritis. Misalnya, ketika bersedekah kita harus
mengetahui kepada siapa dan kemana sedekah itu akan diberikan. Karena
pola kelompok radikal juga melakukan fundraising melalui donasi maupun
kotak amal yang tersebar di warung maupun supermarket untuk mendanai
aktivitas kelompok teroris, misalnya pendanaan anggota JI untuk hijrah
ke Timur Tengah.
“Sedekahnya benar, tapi kita harus tahu kemana dan kepada siapa uang
itu disalurkan,” ujar Titi yang juga menjadi Ketua Forum Koordinasi
Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur.
Dari hasil diskusi tersebut, Kepala Badan Kesbanpol Jawa Timur, Eddy
Supriyanto menekankan pentingnya generasi muda dalam menyebarkan pesan
pedamaian dan kontra narasi di media sosial. Jangan sampai, narasi
perpecahan, kekerasan yang mereka sebarkan dapat mempengaruhi generasi
bangsa, khususnya anak muda.
“Ini perlu kesadaran bersama, kalau narasi atau postingan ada yang
mengarah kesana, kita counter bersama, agar tidak mempengaruhi pola
pikir anak muda,” jelas Eddy.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!