Jakarta – Para pelaku aksi terorisme yang terjadi di Indonesia pada akhir-akhir ini berada di rentang usia 23-27 tahun. Generasi muda yang masuk dalam kelompok tersebut adalah generasi yang masih produktif, namun kenyataannya banyak diantara mereka yang justru menjadi pelaku terorisme.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH, saat melakukan penandatanganan nota kesepahaman antara BNPT dengan Universitas Maarif Hasyim Latif (Umaha), Sidoarjo, Jawa Timur yang berlangsung di kantor perwakilan BNPT yang terletak di salah satu Gedung Kementerian, Jakarta pada Kamis (20/4/2017).
Kepala BNPT menyatakan bila target pelaku teror guna merekrut penganut ideologi radikalisme dan terorisme keagamaan kini cenderung bergerak semakin ‘muda’.
“Generasi muda yang menjadi pelaku teror, ternyata tidak dipengaruhi oleh status ekonomi, tingkat kecerdasan, atau status pekerjaan. Faham radikalisme ini justru mudah menyasar di kalangan lembaga pendidikan,” tegas mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini.
Itu sebabnya menurut alumni Akpol tahun 1985 ini, BNPT bersama Umaha kini mulai mencari akar masalah terjadinya faham radikalisme di kalangan dunia pendidikan, guna menyusun kajian ilmiah pencegahan dunia radikalisme yang berada di dunia pendidikan.
“Kalau dulu para pelaku teror ini identik dengan orang yang sudah berumur dan berpengalaman di daerah konflik. Tetapi di era saat ini, basis pelaku teror ini bergeser ke usia yang lebih muda, karena begitu masifnya teknologi informasi yang mudah diakses oleh kalangan muda ini,” kata mantan Kabareskrim Polri ini.
Bahkan, untuk mendoktrin faham radikalisasi ini, bisa efektif melalui sosial media tanpa harus melalui pertemuan fisik secara rutin. “Kalau dulu untuk melakukan bai’at harus tatap muka langsung, tetapi sekarang cukup online seperti kasus Ivan yang di Medan beberapa waktu lalu,” tutur mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Lebih lanjut pria yang pernah menjadi Kepala Divisi Humas Polri ini mengatakan bahwa, Teknologi Informasi juga menjadi salah satu alasan mengapa generasi muda kian rentan terpapar radikalisme. Akses tanpa batas dunia internet, dengan mudah dilakukan generasi muda meski mereka hanya mengandalkan satu perangkat teknologi saja.
“Untuk itu kami sangat mengapresiasi Umaha yang telah menginisiasi untuk membentuk kelompok peneliti dengan melibatkan beberapa universitas yang ada di wilayah Surabaya, Madura dan bahwkan Cirebon, guna mengadakan penelitian terhadap para mahasiswa untuk mencari sumber permasalahan serta memberikan solusi pencegahan terhadap pemahaman radikalisme dikalangan mahasiswa,” kata mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini mengatakan, dengan keterlibatan para akademisi diharapkan keterlibatan generasi muda di lingkungan pendidikan yang terlibat dalam tindak terorisme ataupun yang terpengaruh paham radikalisme semakin berkurang,
“Dan tentunya ini membutuhkan kerjasama serta komitmen kedua belah pihak yaitu Universitas Ma’arif Hasyim Latif bersama BNPT untuk dapatnya diwujudkan dalam bentuk kerjasama yang lebih konkrit lagi,” kata pria yang pernah menjadi Kapolres Metro Jakarta Barat dan Kapolres Depok ini.