Mamuju – Survey Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2015 menunjukkan adanya pemahaman Islam fundamentalis di beberapa kampus berlatar pendidikan umum. Menyikapi hal tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diminta hadir untuk memberikan pembekalan ke mahasiswa baru.
Permintaan itu seperti disampaikan oleh Rektor Universitas Tomakaka, Mamuju, Sulawesi Barat, Dr. Sahril, S.Pd., M.Pd. saat menyampaikan sambutan pembukaan kegiatan Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme di kampusnya, Rabu (6/9/2017).
“Kami sampaikan ucapan terimakasih karena BNPT dan FKPT Sulbar memilih kampus kami, karena itu artinya ada sesuatu yang diincar di sini. Karena itu kami rekomendasikan kegiatan semacam ini juga dilakukan saat masa orientasi mahasiswa baru, agar mahasiswa lebih mengenali bahaya terorisme,” kata Sahril.
Dikatakan oleh Sahril, kampus yang dipimpinnya terbuka untuk siapapun yang menginginkan adanya kerjasama peningkatan kualitas pendidikan. “Duta Besar Amerika pernah datang kemari, dan dia diterima dengan baik. Anak-anak di sini kami didik terbuka, menerima siapapun yang datang untuk tujuan kebaikan,” tambahnya.
Terkait penyebarluasan paham radikal terorisme, Sahril meyakini hal tersebut tidak terjadi di kampusnya. Meski demikian potensi untuk hal tersebut ada, dan membutuhkan penanganan secara tepat.
“Kampus kami memiliki Fakultas Syariah, ada organisasi pecinta masjid. Selama ini kami yakini kondisinya masih aman, meski kami tidak boleh lengah,” tegas Sahril.
Beberapa usaha juga diakui oleh Sahril sudah dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyebarluasan paham radikal terorisme di lingkungan Universitas Tomakaka. “Kami berpesan ke anak-anak, jangan mudah percaya dengan hal-hal baru. Selalu selektif, kritis, dan tidak mengejar hal-hal yang di luar jangkauan kemampuannya,” pungkasnya.
Kegiatan Dialog Pelibatan LDK dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme di Universitas Tomakaka terlaksana atas kerjasama BNPT dan FKPT Sulawesi Barat. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain mantan narapidana terorisme, Ali Fauzi, pengajar Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah dan peneliti radikalisme di Indonesia timur, Syuaib. Kegiatan yang sama sudah dan akan diselenggarakan di 32 provinsi se-Indonesia sepanjang tahun 2017. [shk/shk]