Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) bersama Uni Eropa sepakat menyusun pedoman (guidelines) program deradikalisasi, rehabilitasi dan reintegrasi. Hal itu untuk memperkuat penanggulangan ancaman terorisme di kawasan Association of Southeast Asian Nations (Asean).
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT sekaligus Ketua SOMTC WG on CT (Kelompok Kerja Pejabat Senior Asean pada isu Penanggulangan Terorisme), Andhika Chrisnayudhanto dalam acara Asean – EU Regional Workshop On The Development of Promising Practices Related to Deradicalisation, Rehabilitation, and Reintegration Programmes di Bali, 1-3 Maret 2023.
Acara ini dihadiri oleh 49 peserta di antaranya para ahli, pembuat kebijakan, Civil Society Organization (CSO), dan praktisi Counter Violent Extremism (CVE) di kawasan Asean.
Andhika mengatakan, terorisme dianggap masih ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional, termasuk di kawasan Asean. Oleh karena itu, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi ancaman terorisme di Asean adalah memastikan keberhasilan program deradikalisasi, rehabilitasi, dan reintegrasi.
Untuk memastikan keberhasilan ketiga program tersebut, perlu adanya guidelines berisi beragam best practices.
“Workshop ini penting untuk mengidentifikasi apa strategi yang berhasil dan apa yang kemungkinan tidak berhasil dari sebuah program. Kemudian mengidentifikasi best practices, yang bermanfaat bagi negara-negara di kawasan Asean, ketika berhadapan dengan program deradikalisasi, rehabilitasi, dan reintegrasi, untuk disusun dalam sebuah guidelines,” ujarnya.
Keberadaan Guidelines ini mendapat respons positif dari Pakar Kontra-Terorisme/Keamanan Uni Eropa untuk South East Asia, Marc Vierstraete. Menurutnya, guidelines tersebut diharapkan bersifat adaptif untuk diterapkan di seluruh negara di kawasan Asean.
“Ada banyak ide, informasi dan pengalaman dari para ahli baik dalam aspek deradikalisasi, rehabilitasi atau reintegrasi selama workshop ini berlangsung. Semua input akan disusun menjadi sebuah guidelines untuk diterjemahkan, dipahami dan bersifat adaptif bagi seluruh negara di kawasan Asean,” ucapnya.
Guidelines juga akan berperan dalam memastikan individu yang pernah terlibat tindak pidana terorisme berintegrasi ke masyarakat dan tidak kembali mengulangi tindakan terorisme setelah mendapatkan program deradikalisasi, rehabilitasi dan reintegritasi.
“Tidak mudah mengubah pola pikir seseorang. Rehabilitasi dan reintegrasi adalah pekerjaan seumur hidup. Bagaimana kita mendukung mereka secara berkelanjutan agar mereka tidak kembali pada pemahaman yang salah,” ungkap Asisten Profesor di International Institute of Islamic Thought and Civilisation (ISTAC), International Islamic University Malaysia Ahmad El-Muhammady.
“Kita harus memiliki mindset yang benar, saya menyebut R dan R mindset. Rehabilitation and Reintegration mindset. kita harus bisa memposisikan diri kita sebagai mereka,” ujarnya.
Best practices yang telah tersusun di antaranya pemberian training bagi seluruh stakeholders yang mengerjakan langsung program deradikalisasi, rehabilitasi dan reintegrasi. Selanjutnya, penguatan regulasi kebijakan, pemberdayaan masyarakat dalam proses reintegrasi sosial, hingga pembuatan buku saku tentang bagaimana mendeteksi dini individu yang telah terpapar.