Yogyakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus memperkuat sinergi dengan berbagai lembaga dalam melakukan penanganan terorisme di Indonesia. Setelah sinergi dengan Kementerian dan Lembaga Negara terkait, BNPT juga menggandeng organisasi masyarakat (ormas) dan berbagai elemen masyarakat.
Rabu (19/7/2017), BNPT kembali melakukan Focus Group Discussion (FGD) ‘Pencegahan Terorisme di Indonesia” dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Syafii Maarif Institute di Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan upaya dalam mencari masukan dalam menjalankan penanggulangan terorisme yang lebih baik kedepan.
Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. Ir. Hamli, ME didampingi Kasubdit Kontra Propaganda Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko, dan Redpel Pusat Media Damai (PMD) Abdul Malik. Hadir dalam FGD itu mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang juga pendiri Maarif Institute, Buya Syafii Maarif, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH, MH yang juga Kelompok Ahli BNPT, Dr. Sri Yunanto, mantan rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, dan beberapa pemikir muda Muhammadiyah. Selain itu juga hadir mantan teroris, Kurnia Widodo, ST.
Saat membuka kegiatan itu, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. Ir. Hamli, ME menjelaskan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) BNPT, serta program-program yang telah dijalankan, terutama dalam pencegahan terorisme. Ia juga menjelaskan berbagai hasil penelitan terkait radikalisme di Indonesia. Ia berharap penjelasan itu bisa menjadi dasar para tokoh dan pemikir dalam memberikan sumbangan pikiran agar langkah BNPT ke depan bisa lebih baik.
“Pemerintah tidak bisa sendirian dalam melaksanakan penanggulangan terorisme ini. Seluruh elemen masyarakat harus ikut mendukung. NU sudah, Muhammadiyah juga, LSM pun sudah mulai jalan. Kita harus terus menjalin sinergi, karena kalau terorisme dibiarkan, dampaknya luar biasa,” kata Brigjen Pol Ir. Hamli, ME.
Sementara itu, Buya Syafii mengutarakan bahwa bicara terorisme sangat melelahkan. Menurutnya terorisme adalah bagian dari rongsokan peradaban Arab yang sekarang kalah. Ironisnya, terorisme itu sekarang laku di Indonesia.
“Saya melihat ada dua faktor. Pertama ketimpangan sosial ekonomi yang parah sehingga seperti memunculkan rumput kering atau jerami kering yang mudah terbakar. Ini terjadi karena terlalu dominannya asing menguasai ekonomi kita. Saya khawatir betul karena ledakan ekonomi yang membuat kesenjangan terlalu jauh akan berbuntut prahara sehingga apa yang kita bangun selama ini akan berantakan,” papar Buya.
Dalam hal ini, Buya memuji kebijakan Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, yang menggunakan pendekatan dengan bahasa hati dan ekonomi dalam menjalankan penanggulangan terorisme, tertutama dalam mendekati mantan kombatan. Hal itulah yang membuat kelompok radikal sekarang agak jinak.
“Pendekatan berbahasa hati dan sosial ekonomi lebih utama. Mereka anak-anak kita, bangsa kita yang mentalnya labih dan rentan pengaruh dari luar. Refresif boleh tapi harus sesuai aturan,” tegasnya.